Pasien merasa para pasien COVID-19 di Wisma Atlet perlu mendapat layanan konsultasi psikologi yang lebih memadai. Kondisi psikologis pasien satu dengan lainnya berbeda-beda. Layanan psikologi bisa menghindarkan pasien dari depresi yang berbahaya.
"Saya berkaca pada diri sendiri, awalnya saya juga 'down' secara psikologis karena mengetahui saya positif COVID-19. Awal-awalnya doang sih," kata Christman Batubara (31), saat berbincang dengan detikcom, Mingu (20/9/2020).
Chris adalah salah satu dari ribuan pasien yang kini menghuni Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dia sudah berada di sini sejak 14 September. Dia menceritakan contoh kebutuhan konseling psikologi yang lebih baik untuk pasien di sini.
Beberapa waktu lalu, ada pasien yang mengakhiri hidupnya di Tower 6. Kabar ini dikonfirmasi Kepala Penerangan Kogabwilhan-I Kolonel Marinis Aris Mudian pada Kamis (10/9) lalu.
Ada pula 'alumni' pasien isolasi yang memandang bahwa pendampingan psikologi perlu ditingkatkan. Dia adalah Juno (36) yang pernah sebulan menjalani isolasi di Wisma Atlet dari 17 April hingga 18 Mei lalu.
Juno menilai stres bisa menghinggapi pasien. Dalam kondisi tertentu, pesan WhatsApp dari teman-teman pasien yang berisi ucapan penyemangat justru bisa membuat kesal. Di sisi lain, pasien isolasi cenderung sendiri, terpisah dari orang-orang terkasih. Pendampingan psikologi yang serius perlu ada.
"Di sana juga ada tim psikologi di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet. Saya sebagai orang yang pernah di Wisma Atlet, ingin juga membuka layanan pendampingan, ada tim psikolog berbagai daerah yang ingin bergerak mandiri," ujar Juno.
Baik Chris maupun Juno menilai pendampingan atau layanan konsultasi psikologi untuk pasien perlu ditingkatkan lagi.