Bukan hanya konser musik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengizinkan bazar hingga gerak jalan santai saat kampanye Pilkada 2020 di tengah pandemi Corona (COVID19). Aturan KPU menuai kritik dan didesak untuk direvisi.
Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 63 ayat 1 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 10 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam COVID-19. PKPU ini ditetapkan pada 31 Agustus 2020 dan diundangkan pada 1 September 2020.
"Kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah," demikian bunyi dalam pasal tersebut, seperti dilihat detikcom, Kamis (17/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini bunyi lengkap pasal 63:
(1) Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. rapat umum;
b. kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik;
c. kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai;
d. perlombaan;
e. kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah;
f. peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau
g. melalui Media Sosial.
Dalam pasal itu, juga diatur batasan peserta yang diperbolehkan mengikuti gelaran acara-acara tersebut. Maksimal peserta yang diizinkan untuk hadir secara fisik hanya 100 orang dan wajib menerapkan protokol kesehatan. Aturan ini ada dalam Pasal 63 ayat 2.
"Kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f dilakukan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 (seratus) orang, menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan berkoordinasi dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dan/atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) setempat," demikian bunyinya.
Sontak aturan KPU panen kritik sejumlah kalangan. Sorotan tersebut awalnya datang dari Satgas COVID-19.
"Beberapa hal yang perlu kita cermati, terutama masalah protokol kesehatan. Soal masih dibolehkannya konser musik dan perlombaan di pasal 63," ujar Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja, pada acara 'Evaluasi Penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 dalam Pemilihan Serentak 2020', Selasa (15/9).
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga angkat suara. Ganjar tegas menyebut tidak perlu ada konser yang berpotensi mendatangkan kerumunan di tengah pandemi COVID-19.
"Ora usah ah, konser-konser nggo apa (tidak usah lah, konser buat apa)," kata Ganjar di kantornya, Kamis (17/9/2020).
Ganjar mengusulkan jika memang harus ada konser saat kampanye maka dilaksanakan secara virtual, bukan konser langsung yang mengundang kerumunan massa. "Konsernya boleh, tapi cuma virtual," ujarnya.
Hal senada dismapikan Sekda Riau, Yan Prana Jaya, yang mengingatkan KPU soal wanti-wanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal klaster Pilkada.
"Presiden kan sudah ngomong, klaster yang paling ditakuti sekarang itu adalah klaster kantor, klaster rumah tangga, klaster Pilkada. Nah itu, sudah diingatkan presiden. Artinya, apa yang disampaikan Presiden ini sebagai sinyal, bahwa kita harus hati-hati," kata Sekda Riau, Yan Prana Jaya, kepada wartawan, Kamis (17/9/2020).
Yan khawatir jika konser musik diizinkan akan timbul kerumunan dan menyebabkan klaster Pilkada. Mengingat seluruh kabupaten dan kota di Riau saat ini juga tengah dilanda wabah virus Corona (COVID-19).
Yan pun menyarankan wilayah berstatus zona merah tidak menggelar kampanye. Sebab, saat ini Pemprov Riau tengah berusaha maksimal menurunkan angka penyebaran virus Corona.
Apalagi, kata Yan, para peserta yang hadir di gelaran konser musik tak bisa diketahui kondisi kesehatannya. Menurutnya, bisa saja ada warga tanpa gejala yang positif COVID-19 ikut hadir di konser itu.
Kekhawatiran yang sama pun diungkapkan Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi yang berharap tak ada pelaksanaan konser musik saat kampanye Pilkada 2020 di Sumut.
Dia mengatakan hal tersebut rawan karena masih dalam kondisi pandemi COVID-19. Edy meminta para calon di 23 Pilkada se-Sumut untuk menggunakan cara lain saat berkampanye. Salah satunya kampanye secara daring atau online.
"Dalam kondisi COVID-19 ini tolong pakai Zoom saja kampanye-nya," ujarnya.
Edy juga menyarankan para pasangan calon untuk mengganti konser saat kampanye dengan berdoa. Dia mengatakan berdoa ini dilakukan untuk meraih kemenangan saat Pilkada.
"Atau pakai doa saja, minta sama Tuhan biar dia menang," jelasnya
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Sukabumi Teguh Hariyanto, meminta kegiatan-kegiatan tersebut harus tetap dibatasi karena menimbulkan kerumunan dan dikhawatirkan memicu penyebaran COVID-19. Untuk aturan itu, Teguh mengaku belum menerima petunjuk teknis (Juknis) secara lengkap.
"Untuk juknisnya kan belum keluar, berapa yang hadir kalau misalkan rapat terbuka rapat umum kalau dalam PKPU yang lama kan sudah jelas aturan dan berapa (yang hadir). PKPU 10 memang keluar, bisa konser dan lainnya nah kita nunggu jumlahnya berapa kalau Perbawaslu kan belum keluar," lanjut Teguh.
Teguh berharap saat pelaksanaan nanti baik kepolisian, TNI dan pemerintah daerah harus hadir ketika aturan itu nantinya benar-benar dilaksanakan.
Penolakan juga disampaikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang keberatan atas adanya aturan kampanye Pilkada 2020 yang membuka ruang digelarnya konser musik.
"Kemendagri sudah menyampaikan keberatan atas dibukanya ruang untuk konser dan bentuk-bentuk kerumunan massa lainnya," kata Kapuspen Kemendagri Benni Irwan saat dihubungi detikcom, Kamis (17/9).
Benni mengatakan Kemendagri juga meminta KPU merevisi ketentuan kampanye dengan konser musik di dalam PKPU 10 tahun 2020. Akan tetapi, dia tidak merinci alasan lain Kemendagri keberatan terkait aturan PKPU itu.
"Menyarankan untuk melakukan revisi atas PKPU 6/20 jo 10/2020," ungkapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Dijen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menuturkan Kemendagri menilai konser musik berpotensi terjadinya kerumunan sehingga mestinya ketentuan PKPU yang membolehkan hal tersebut direvisi.
"Posisi pemerintah kan sejak awal sudah jelas, tidak diikuti dengan segala bentuk kerumunan. Konser musik adalah suatu kegiatan yang memang sangat spesifik, biasanya konser musik tidak ditentukan jumlah orang yang hadir, kalau penyanyinya itu punya daya tarik, kemudian orang punya fanatik dengan aliran musik tertentu ya biasanya terjadi kerumunan itu," kata Bahtiar dalam konferensi pers virtual yang digelar Bawaslu, Kamis (17/9/2020).
"Jadi segala bentuk konser musik kita tolak. Seluruh dunia juga konser musik sedang ditutup kan? Jadi aneh juga kalau kita di Indonesia ini justru masih mengizinkan, itu sikap dari kementerian dalam negeri," ungkapnya.
Kemendagri mendorong KPU mengubah aturan kampanye yang membolehkan konser musik dilaksanakan. Sementara yang dapat dibolehkan apabila konser musik itu dilakukan secara virtual.
Sementara itu Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan pada prinsipnya Bawaslu akan mengawasi segala bentuk kampanye yang diatur dalam PKPU. Nantinya Bawaslu akan mengawasi apakah peserta benar-benar dibatasi 100 orang yang hadir atau tidak.
"Tentu Bawaslu akan di dalam melakukan pengawasan mengacu pada PKPU, PKPU memang sudah menyebut bahwa kegiatan yang sifatnya mengumpulkan massa dibatasi, kalau pertemuan terbatas di ruangan itu 50, kalau di area lapangan maksimal 100," kata Abhan.
"Itu lah yang akan menjadi pedoman Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan tahapan kampanye baik kampanye yang sifatnya pertemuan terbatas maupun yang sifatnya di tempat umum. Memang hari ini Bawaslu sedang harmonisasi terkait PKPU, beberapa hal kami sampaikan juga masukan-masukan terkait draft PKPU ini," ujarnya.