Vonis Wahyu lebih ringan 2 tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut Wahyu 8 tahun penjara. Wahyu diputus hakim bersalah menerima suap di pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2019-2024.
Majelis hakim menolak permohonan justice collaborator (JC) wahyu Setiawan karena dinilai tidak sesuai dengan peraturan.
"Menimbang permohonan justice collaborator majelis hakim berpendapat sama dengan jaksa penuntut umum tidak dapat menetapkan terdakwa sebagai justice collaborator karena yang dimaksud tidak memenuhi peraturan," ujar Hakim Ketua, Susanti Arsi Wibawani.
Wahyu sebelumnya mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC) dalam pusaran kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
Wahyu ingin membongkar keterlibatan pihak-pihak mana saja yang ada dalam kasus PAW ini.
Majelis hakim tidak mencabut hak politik Wahyu yang telah divonis 6 tahun penjara.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum dengan pencabutan hak politik terdakwa," kata hakim ketua Susanti Arsi Wibawani.
Hakim mengatakan Wahyu dijatuhi pidana yang bersifat pembinaan.
"Menimbang karena tidak sependapat, karena tidak ada alasan pemaaf dan pembenar sebagaimana hukum pidana karena terdakwa dijatuhi hukum pidana namun masih bersifat pembinaan," ujar hakim Susanti.
Terima Suap-Gratifikasi Total Rp 1,1 Miliar
Wahyu diputus hakim bersalah menerima suap dan gratifikasi, jika digabung totalnya mencapai Rp 1 miliar. Majelis hakim mengatakan Wahyu terbukti menerima uang suap terkait PAW anggota DPR RI F-PDIP senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta.
Hakim mengatakan uang itu diterima Wahyu untuk melancarkan agar caleg Harun Masiku bisa melenggang di Senayan.
"Menimbang bahwa majelis hakim berpendapat dengan jaksa penuntut umum. Bahwa uang tersebut diterima oleh terdakwa sebagai permohonan yang diajukan oleh DPP PDIP agar Harun Masiku dapat menggantikan posisi Riezky Amelia sebagai anggota DPR RI 2019-2024," kata hakim ketua Susanti Arsi Wibawani.
Wahyu juga terbukti menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan terkait proses seleksi KPUD Papua Barat. Uang itu diserahkan oleh Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo.
Jika ditotal, suap dan gratifikasi yang diterima Wahyu mencapai Rp 1,1 miliar yakni berasal dari suap PAW Rp 600 juta dan gratifikasi Rp 500 juta.
Divonis 6 Tahun Bui
Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata hakim ketua Susanti Arsi Wibawani.
"Menjatuhkan pidana penjara terdakwa Wahyu Setiawan 6 tahun penjara dan pidana denda Rp 150 juta, dengan ketentuan apabila tidak membayar maka diganti dengan kurungan penjara selama 4 bulan," imbuhnya.
Wahyu terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ajukan Jadi Justice Collaborator
Wahyu mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC) dalam pusaran kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
"Sudah diajukan kemarin, pada saat di akhir sidang," ujar salah satu pengacara Wahyu, Saiful Anam, saat dihubungi, Selasa (21/7/2020). Pengajuan JC itu dilakukan pada Senin (21/7) kepada majelis hakim yang mengadilinya.
Saiful menyebut kliennya ingin membongkar keterlibatan pihak-pihak mana saja yang ada dalam kasus suap PAW yang juga menjerat eks caleg PDIP Harun Masiku.
Dituntut Jaksa 8 Tahun Penjara
Wahyu Setiawan dituntut 8 tahun penjara terkait kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024. Selain itu, Wahyu dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana terdakwa I Wahyu Setiawan dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar 400 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar jaksa Takdir Suhan dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (3/8/2020).
Selain itu, jaksa menuntut hak dipilih Wahyu Setiawan dicabut selama 4 tahun.Jaksa juga meminta hakim memutuskan Wahyu secara sah melakukan tindak pidana korupsi.
Akui Terima Uang Rp 500 Juta dan SGD 15 Ribu
Wahyu Setiawan mengakui menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo. Wahyu mengaku uang itu diterima terkait seleksi anggota KPUD Papua Barat.
"Saya mengakui sepenuhnya saya melalui adik sepupu, saya menerima Rp 500 juta dari Pak Thamrin (Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat), saya pikir yang transfer Pak Thamrin ternyata orang lain," ujar Wahyu saat diperiksa sebagai terdakwa di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (20/7/2020).
Wahyu mengaku memakai rekening saudara sepupunya untuk menerima uang Rp 500 juta dari Thamrin. Alasannya, karena jika dikirim ke rekening saudara sepupunya itu tidak dipotong pajak.
Selain itu, Wahyu mengaku menerima uang SGD 15 ribu. Wahyu mengatakan uang itu didapatnya dari anggota PDIP Agustiani Tio Fridelina. Wahyu mengaku menerima uang SGD 15 ribu itu pada 17 Desember 2019. Menurut Wahyu, uang itu diberikan untuk dana operasional. Uang itu didapat dari Agustiani Tio, sementara Agustiani Tio mendapat uang itu dari kader PDIP Saeful Bahri.
Didakwa Terima Suap Rp 600 Juta
Wahyu Setiawan didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 atau setara dengan Rp 600 juta. Suap diterima Wahyu melalui kader PDIP Saeful Bahri dan eks caleg PDIP Harun Masiku.
"Bahwa terdakwa I Wahyu Setiawan bersama-sama dengan terdakwa II Agustiani Tio Fridelina telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata jaksa KPK Takdir Suhan.
"Terdakwa I melalui perantaraan terdakwa II secara bertahap sebesar menerima uang senilai SGD 19 ribu dan SGD 38.350 atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600 juta dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku," imbuhnya.
Jaksa mengatakan uang diterima Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2019 melalui Agustiani Tio Fridelina, yang merupakan orang kepercayaan Wahyu. Uang itu diberikan agar Wahyu selaku komisioner KPU menyetujui permohonan PAW DPR diajukan PDIP untuk mengganti Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Wahyu Setiawan juga didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi. Wahyu didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo.
Jaksa mengatakan gratifikasi ini diberikan berkaitan dengan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Dengan harapan, Wahyu selaku komisioner KPU RI dapat memilih anggota KPUD Papua Barat yang asli orang Papua.
Mundur dari KPU
Wahyu mengaku segera mengundurkan diri dari KPU setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap. Wahyu Setiawan menuliskan pesan itu dalam surat terbuka. Surat itu diserahkan ke wartawan ketika dia resmi ditahan oleh KPK pada Jumat (10/1/2020).
"Dengan saya telah ditetapkan sebagai tersangka maka dalam waktu segera saya akan mengundurkan diri sebagai anggota KPU," tulis Wahyu.
Dia juga meminta maaf kepada masyarakat Indonesia serta seluruh jajaran KPU. Wahyu mengaku kasus yang menjeratnya ini adalah masalah pribadi.
Ditahan KPK
KPK menahan Wahyu Setiawan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap. Wahyu keluar dari gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020). Dia terlihat menggunakan rompi tahanan dengan tangan diborgol.
Sebelum Wahyu, tersangka lain Agustiani Tio Fridelina yang disebut orang kepercayaan Wahyu sudah dibawa ke rutan lebih dulu. Tersangka lainnya, Saeful juga ditahan KPK.
"Wahyu Setiawan (Rutan) Guntur, Agustiani Tio (Rutan KPK) K4, Saiful (Rutan KPK) C1," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri.
Ditetapkan KPK sebagai Tersangka
Wahyu Setiawan resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Wahyu diduga menerima uang terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Berikut ini 4 tersangka yang ditetapkan tersebut:
Penerima:
1. Wahyu Setiawan, Komisioner KPU
2. Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu Setiawan yang juga mantan anggota Badan Pengawas Pemilu
Pemberi:
3. Harun Masiku, calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP
4. Saeful, swasta
Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam pergantian antarwaktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun, dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.