Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mencabut Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang tata cara pemanggilan pemeriksaan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana. Apa alasan Jaksa Agung mencabut pedoman itu?
"Semalam juga saya sampaikan bahwa Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tersebut oleh Bapak Jaksa Agung telah dicabut, dengan alasan terbitnya Pedoman Nomor 7 tersebut menimbulkan disharmoni sesama atau aparat terkait dan pemberlakuannya dirasa kurang tepat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Hari menjelaskan pedoman yang juga mengatur tentang 'periksa jaksa harus seizin Jaksa Agung' masih perlu disempurnakan, meskipun sebelum diterbitkan pedoman ini telah dikaji cukup lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu, dikaitkan pula dengan UU Kejaksaan, khususnya Pasal 8 ayat 5, dikaitkan juga dengan dan putusan MK, maka pedoman tersebut masih perlu disempurnakan. Sebetulnya pedoman tersebut sudah dikaji cukup lama, tapi perkembangan menunjukkan adanya dinamika penanganan permasalahan hukum, sehingga perlu dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi lagi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah mencabut Pedoman Nomor 7 tentang 'periksa jaksa harus seizin Jaksa Agung'. Hal ini dilakukan setelah menuai kritik dari berbagai pihak.
Pencabutan pedoman ini berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 163 Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020 tentang Pencabutan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.
"Hari ini, 11 Agustus 2020, Jaksa Agung RI Burhanuddin dengan pertimbangan telah menimbulkan disharmoni antar-bidang tugas sehingga pemberlakuannya saat ini dipandang belum tepat, dengan ini Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, dinyatakan dicabut," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono dalam keterangannya, Selasa (11/8).
Untuk diketahui, Pedoman 7/2020 berisi empat bab, yakni pendahuluan, tata cara perolehan izin Jaksa Agung, pelaporan, dan penutup. Tertulis pedoman tersebut dibuat sebagai acuan terhadap pemberian izin Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) UU 162004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Tonton video 'Jaksa Pinangki Ditahan Usai jadi Tersangka Kasus Djoko Tjandra':
Permohonan izin untuk memeriksa jaksa harus disertai syarat minimal seperti diatur dalam poin (2) Bab II. Syarat tersebut adalah surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, laporan atau pengaduan, resume penyidikan/laporan perkembangan penyidikan, dan berita acara pemeriksaan saksi.
Permohonan izin pemeriksaan terhadap jaksa bisa diterima atau ditolak. Berdasarkan poin (9) Bab II, persetujuan atau penolakan akan disampaikan maksimal 2 hari kerja. Berikut ini bunyinya:
Persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung disampaikan oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya yang ditunjuk kepada pimpinan instansi penyidik paling lama 2 (dua) hari kerja sejak persetujuan izin Jaksa Agung diterbitkan.
Pedoman 7/2020 Dikritik Sejumlah Pihak
Salah satu yang mengkritik adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW menduga penerbitan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 yang mengatur pemeriksaan jaksa harus seizin Jaksa Agung ada kaitan dengan kasus jaksa Pinangki yang diduga bertemu dengan Djoko Tjandra. Hal itu, menurut ICW, agar kasus jaksa Pinangki tak bisa diambil alih lembaga lain.
Tak hanya itu, Nawawi Pomolango juga mengkritik karena kebijakan tersebut dikeluarkan saat Kejagung sedang menangani kasus jaksa Pinangki yang diduga bertemu Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra. Dia menyebut kebijakan itu bisa memunculkan sinisme.
"Mengeluarkan produk seperti ini di saat pandemi kasus Djoko Tjandra dan pemeriksaan jaksa Pinangki sudah pasti akan menimbulkan sinisme dan kecurigaan publik," ujar Nawawi kepada wartawan, Selasa (11/8).