Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio menginginkan Indonesia bisa menghasilkan vaksin virus Corona secara mandiri. Amin mengorelasikan kemampuan membuat vaksin dengan kedaulatan bangsa.
"Kita harus mampu dan punya kapasitas menghasilkan vaksin sendiri, sehingga kita punya kedaulatan," kata Amin dalam Seminar Nasional PPRA LX bertajuk 'Nasionalisme di Tengah Tantangan Pandemi COVID-19 dalam Menyongsong Indonesia Emas' di Gedung Astra Gatra Lemhannas RI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (21/7/2020).
Amin mengatakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta orang. Guna menjadi bangsa yang kebal terhadap COVID-19, menurutnya, sekitar 70 persen dari populasi bangsa harus melakukan vaksinasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa kita harus punya kedaulatan? Karena jumlah penduduk kita ini banyak, 260 juta orang, dan untuk mendapatkan perlindungan yang memadai, kita harus bisa memastikan 70 persen dari penduduk Indonesia itu punya kekebalan terhadap virus Corona itu," ujar Amin.
"Caranya bagaimana? Bukan dengan cara menceburkan mereka ke wabah dan kemudian ada proses seleksi, yang kuat akan hidup, yang lemah akan mati, bukan demikian, tapi kita melalui vaksinasi," sambungnya.
Amin kemudian merinci jumlah kebutuhan vaksin yang kira-kira dibutuhkan di Indonesia. Setidaknya, kata Amin, bangsa ini membutuhkan sekitar 350 dosis vaksin.
"Nah, 70 persen dari 260 itu jumlahnya 170 juta. Kalau satu orang harus divaksinisasi dua kali, kita membutuhkan 350 juta dosis," ucap Amin.
Menurut Amin, harga vaksin COVID-19 dari luar negeri per dosis bisa mencapai USD 10. Dia mengatakan Indonesia akan mengeluarkan sekitar Rp 52 triliun guna memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri.
"Kalau kita harus beli, harga vaksin normalnya 1 dolar per dosis. Tapi kalau harga pandemi itu jadi 10 dolar. Nah, mari kita berhitung 350 juta dikalikan 10 dolar (anggap) Rp 150.000-lah katakan, itu angkanya Rp 52 triliun. Jadi sangat fantastis," ungkap Amin.
Dalam kesempatan yang sama, guru besar FK UGM Prof Ali Ghufron mengatakan itu bukanlah perihal yang sepele. Menurutnya, vaksin berkaitan dengan nasionalisme dan kedaulatan bangsa.
"Vaksin ini nggak sembarangan, menyangkut nasionalisme, menyangkut bisnis besar, menyangkut juga pada apa yang kita sebut sebagai kedaulatan," ucap Ghufron.
Lebih lanjut, Ghufron mengungkapkan adanya kemandirian Indonesia dalam mengembangkan alat rapid test. Menurutnya, alat rapid test yang dikembangkan di dalam negeri memiliki harga yang murah.
"Rapid test udah kita kembangkan, dan yang menarik, kalau di luar harganya 200 sampai 400 ribu. Nah hasil riset kita cuma 75 ribu. Ini udah kita produksi, kemudian kan Kemenkes buat aturan maksimum harganya 150 ribu gara-gara produksi kita ini," ucap Ghufron.