Vonis Ultra Petita Dinilai Gagal Beri Keadilan Bagi Novel Baswedan

Vonis Ultra Petita Dinilai Gagal Beri Keadilan Bagi Novel Baswedan

Yulida Medistiara - detikNews
Jumat, 17 Jul 2020 18:36 WIB
Usman Hamid (Tiara Aliya Azzahra/detikcom)
Foto: Usman Hamid (Tiara Aliya Azzahra/detikcom)
Jakarta -

Dua penyerang Novel Baswedan divonis lebih tinggi daripada tuntutan jaksa penuntut umum yaitu 1,5 tahun dan 2 tahun pidana penjara. Meski lebih tinggi, putusan itu dianggap masih gagal memberi keadilan bagi Novel Baswedan sebagai korban yang disiram air keras.

"Meski sedikit lebih tinggi dari tuntutan, vonis tersebut tetap gagal meyakinkan masyarakat bahwa negara benar-benar menegakkan keadilan untuk korban. Dari awal, kami melihat banyak kejanggalan selama proses penyelidikan hingga persidangan. Semua seperti sengaja direkayasa. Seperti sandiwara, dengan mutu yang rendah," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam siaran pers, Jumat (17/7/2020).

Usman mengatakan sejak awal proses hukum kasus tersebut dinilai janggal karena terkesan lamban dan tertutup. Selain itu, dia menilai tim gabungan yang dibentuk untuk mengusut kasus Novel Baswedan kurang efektif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kejanggalan terlihat dari proses hukum di kepolisian yang lamban, tertutup, dan terkesan main-main. Komnas HAM pun menemukan terjadinya abuse of process yang mengarah pada upaya menutupi kasus ini," kata Usman.

"Ironinya, penyidikan baru gabungan yang diklaim merujuk saran Komnas HAM juga sama buruknya. Unsur-unsur non-polisi kehilangan objektivitas karena kedekatan mereka dengan pimpinan polisi. Ketimbang mendengar suara korban, Novel, yang sudah mengatakan ada indikasi serangan itu didalangi perwira tinggi polisi, mereka sinis pada korban dan menghasilkan mutu laporan di bawah standar pencarian fakta," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Tonton video 'Hakim: Tak Ada Unsur Penganiayaan Berat Dakwaan Primer Penyerang Novel':

Usman menyebut proses persidangan terhadap Novel Baswedan tidak cukup memberi keadilan pada Novel dan rakyat. Dia meminta agar aparat penegak hukum kembali mengulangi proses penyelidikan yang independen.

"Persidangan sandiwara ini tidak memberi keadilan kepada Novel Baswedan dan rakyat Indonesia yang dirugikan karena korupsi. Pihak berwenang harus memulai kembali dari awal, dengan proses penyelidikan yang independent, efektif, terbuka, dan imparsial," kata Usman.

Lebih lanjut, Usman menilai persidangan tersebut tidak mengungkap pelaku sesungguhnya. Ia menilai perlindungan terhadap aparat pemberantas korupsi tidak ada.

"Pengadilan sandiwara ini merupakan salah satu preseden terburuk bagi penegakan hukum di Indonesia, karena meniadakan penghukuman pelaku sesungguhnya, serta meniadakan perlindungan para pejabat anti-korupsi yang berintegritas. Ini sama saja dengan melanggengkan pelanggaran hak asasi manusia," ungkapnya.

Sebelumnya, majelis hakim menjatuhi hukuman berbeda kepada Ronny dan Rahmat, dua terdakwa penyerang Novel Baswedan. Ronny divonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, sedangkan Rahmat 2 tahun penjara.

Hakim menyatakan Ronny dan Rahmat bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berat kepada Novel Baswedan. Keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan bersama-sama dan terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat," ujar hakim ketua Djuyamto saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara, Jakarta Utara, Kamis (16/7).

Halaman 2 dari 2
(yld/fas)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads