Partai Gerindra enggan anggota fraksinya disebut malas ke gedung MPR/DPR untuk berkantor di tengah masa pandemi virus Corona (COVID-19) dan lebih memilih rapat virtual. Gerindra menyebut mengikuti rapat virtual bagian dari memberi pendidikan kepada masyarakat.
"Anggota DPR itu memang untuk protokol COVID, yang diminta pemerintah, kemudian kita juga mengedukasi masyarakat supaya protokol COVID ditetapkan, yaitu namanya social distancing dan lain-lain," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, kepada wartawan, Rabu (15/7/2020).
Sebagai upaya memberi pendidikan kepada masyarakat, Dasco mengatakan anggota Fraksi Gerindra memberi contoh social distancing. Menurutnya, tak hadir fisik ke DPR bukan soal malas dan takut virus Corona.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah tentunya, karena kami yang mengedukasi masyarakat, masa kita nggak menjalankan protokol COVID-nya, terutama soal social distancing-nya. Ini bukan soal takut nggak takut, saya tiap hari kok ke DPR," ujar Wakil Ketua DPR ini.
Social distancing, kata Dasco, juga diterapkan di transportasi umum. Dia mengatakan menjalankan protokol kesehatan merupakan konsistensi anggota Fraksi Gerindra.
"Cuma kita minta memang dalam kegiatan, dalam rapat, itu kan 50%-50% untuk social distancing, sama saja kita naik pesawat sekarang, kapasitas 150 diisi cuma 75 paling banyak 80. Ya begitu juga di DPR, ini bukan soal takut nggak takut, tapi kita kemudian konsisten menjalankan protokol COVID dan kita konsisten kalau kita mengedukasi masyarakat, ya kita juga harus konsisten menjalani. Itu tolong bilang sama Formappi itu," imbuhnya.
Baca juga: PAN Tepis Anggapan Anggota DPR Malas Ngantor |
Sebelumnya diberitakan, Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mempertanyakan keabsahan Perppu Pilkada yang disahkan di rapat paripurna DPR. Formappi menilai ketidakhadiran 269 anggota DPR saat rapat paripurna tidak memenuhi persyaratan kehadiran dalam mengesahkan suatu putusan (kuorum).
"Dengan ketentuan kuorum yang lama, jumlah 269 anggota di paripurna tadi mestinya belum memenuhi syarat kehadiran jika acuannya setengah dari 575 anggota DPR. Tetapi DPR biasanya merekayasa kehadiran yang minim itu dengan menghitung anggota yang minta izin," ujar peneliti Formappi Lucius Karus kepada wartawan, Selasa (14/7).
Lucius juga menyoroti rapat virtual yang dilakukan anggota DPR saat pandemi Corona. Menurutnya, rapat virtual sulit dinilai keabsahannya. "Di era pandemi ini salah satu kesulitan dalam menilai keabsahan rapat-rapat di DPR adalah karena kehadiran virtual itu juga termasuk yang dihitung untuk memenuhi kuorum," sebutnya.
Formappi meminta anggota DPR tidak menjadikan pandemi virus Corona sebagai alasan untuk tidak berkantor di kompleks MPR/DPR. Pemberlakuan PSBB transisi dinilai semestinya dijadikan dasar oleh DPR untuk menghentikan penerapan rapat virtual.
"Situasi pandemi jangan sampai menjadi pembenar bagi anggota DPR untuk bermalas-malasan. Ingat, tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat sangat besar, dan sejauh ini belum cukup diperlihatkan melalui semangat kerja tinggi dan kehadiran signifikan dalam rapat-rapat ketika pemerintah sudah menerapkan masa PSBB transisi. Anggota DPR tidak boleh takut datang ke kompleks parlemen," urai Lucius.