Ini Bunyi Pasal yang Jadi Penghalang Pemerintah Buka Data Pasien Corona

Ini Bunyi Pasal yang Jadi Penghalang Pemerintah Buka Data Pasien Corona

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 14 Jul 2020 10:28 WIB
Swab Test Pedagang Pasar Cisarua, ilustrasi tes swab, test swab, ilustrasi virus corona, ilustrasi tes corona
Swab test pedagang Pasar Cisarua. (Foto: dok. Diskominfo Kabupaten Bogor)
Jakarta -

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen Doni Monardo berbicara tentang opsi membuka data pasien positif Corona ke publik. Tujuannya agar masyarakat sekitar bisa lebih waspada. Aturan terkait data pasien ini dijelaskan dalam sejumlah UU.

Apabila merujuk pada undang-undang, ternyata pemerintah diharuskan membuka data dan menyampaikan ke publik tentang titik daerah mana saja yang berpotensi menjadi daerah penularan penyakit. Pemerintah diminta menyampaikan sebaran itu ke publik secara berkala.

Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 154. Dalam aturan itu, pemerintah diminta mengumumkan jenis penyakit hingga daerah sumber penularan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, UU Kesehatan ini juga menjelaskan soal hak setiap orang atas rahasia kesehatannya. Data pribadi boleh dibuka jika terkait perintah UU hingga kepentingan masyarakat. Hal ini tertuang dalam Pasal 57:


Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.

ADVERTISEMENT

Kendati demikian, ada UU lain yang melarang membuka data pribadi pasien, yaitu UU Praktik Kedokteran, UU Tenaga Kesehatan, dan UU Rumah Sakit.

Semua UU ini menjaga kerahasiaan data pasien. Data pasien hanya boleh dibuka jika berkaitan dengan penegakan hukum dan atas persetujuan pasien. Berikut ini bunyi beberapa pasalnya:


Pasal 48 ayat 2 UU Praktik Kedokteran

Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 73 ayat 2 UU Tenaga Kesehatan

Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum bagi kepentingan penegakan hukum, permintaan Penerima Pelayanan Kesehatan sendiri, atau pemenuhan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 38 ayat 2 UU Rumah Sakit

Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun saat ini ketiga pasal tersebut sedang digugat oleh seorang penjual kopi dari Surabaya, Kusnan Hadi, ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun vonis atas gugatan tersebut belum keluar. Ikut menggugat pula WN Surabaya Nur Afni Apfianti dalam kasus serupa.

"Pemohon 2 (Kusnan) sehari-hari bekerja sebagai penjual kopi, merasa khawatir pelanggan warungnya ternyata sudah terpapar Corona tanpa diketahui oleh Pemohon," ujar Kusnan dalam berkas permohonan yang dilansir website MK, Kamis (2/4/2020).

Tonton video 'WHO Sebut Banyak Negara Salah Strategi Hadapi Pandemi COVID-19':

Sedangkan opsi membuka data pasien Corona itu mulanya diungkapkan oleh Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo.

"Satu hal yang menjadi PR kita semua terkait masalah data pasien, ini UU tidak mengizinkan data pasien dipublikasikan. Tetapi, apabila data tentang siapa yang tertular COVID bisa diketahui lingkungan sekitarnya, ini akan sangat membantu, sehingga masyarakat di sekitar itu bisa menghindar," ujar Doni dalam rapat bersama Komisi VIII di gedung DPR, Jakarta, Senin (13/7/2020).

Doni mengatakan rencana ini bukan bermaksud membuat stigma di lingkungan masyarakat. Dia meminta seluruh masyarakat tidak berpikiran buruk tentang pasien Corona karena siapa pun bisa terkena virus ini.

"Bukan kita mau menstigma negatif kepada mereka yang terpapar COVID, sekarang ini tidak ada rasanya menganggap orang yang kena COVID ini adalah suatu yang aib, karena semuanya bisa kena. Dan terakhir, pimpinan suatu negara besar juga kena COVID. Jadi ini mungkin jadi bahan evaluasi kita semua," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(rdp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads