Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyoroti kategori yang masuk dalam keluarga penerima manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT Desa). Menurut Ghufron, kategori KPM BLT Dana Desa seharusnya menyesuaikan keadaan saat ini, yakni menyasar keluarga yang terdampak pandemi virus Corona.
"Kami pahami bahwa perspektif Kementerian Desa tentu semuanya untuk dan semula memang data-datanya dalam penerima masyarakat desa. Namun COVID-19 kan sesungguhnya kita ketahui adalah bagaimana Pak Menteri nyatakan ini adalah realokasi dari Dana Desa kepada penerima manfaat yang berhenti atau tidak bekerja akibat COVID-19, sehingga kemudian yang menjadi pertanyaan kami tadi melihat dari struktur penerimanya," kata Nurul Ghufron saat rapat koordinasi dengan Kemendes PDTT, Kamis (9/7/2020).
Ghufron kemudian menjelaskan data KPM dari Kemendes PDTT yang menyebut pekerjaan petani dan buruh tani paling banyak menerima BLT Dana Desa. Ia pun mempertanyakan data tersebut. Ia menyebut dengan data itu berarti penyaluran BLT Dana Desa belum mengacu pada perspektif COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Strukturnya kalau nggak salah ini petani dan buruh tani 88 persen, nelayan dan buruh nelayan 4 persen, buruh pabrik 2 persen, guru 1 persen, pedagang dan UMKM 5 persen. Yang jadi pertanyaan, apa iya petani dan buruh tani atau nelayan dan buruh nelayan itu terhenti kegiatan usahanya karena COVID-19? Itu. Jadi seakan-akan ini hanya mengalihkan, tetapi objek atau subjek sasarannya masih tetap pada sasaran dalam perspektif Kementerian Desa, bukan perspektif COVID-19," sebutnya.
Padahal, ia menyebut, penyaluran BLT Dana Desa saat ini harusnya menyasar keluarga yang pekerjaannya terdampak akibat adanya pandemi COVID-19. Dengan demikian, menurutnya, BLT Dana Desa itu harus disalurkan lebih banyak ke KPM yang bekerja buruh pabrik, pedagang, dan UMKM.
"Perlu kemudian dipertanyakan ulang, apakah kemudian ini benar untuk COVID-19, apakah hanya namanya realokasi dari Dana Desa kemudian ke COVID-19 tetapi sasarannya sebenarnya tidak begitu berubah. Padahal yang mestinya yang banyak tertimpa dampak dari tentu pada aspek-aspek yang ketutup kantornya, pabriknya, dan lain-lain, misal buruh pabrik, pedagang, UMKM karena tidak boleh bergerak dan lain-lain," kata Ghufron.
Tak hanya itu, Ghufron juga menyoroti basis penyaluran BLT Dana Desa yang masih mengacu pada data kartu keluarga (KK). Menurutnya, penyaluran BLT mengacu pada KK kadang tidak tepat sasaran.
"Basis kartu keluarga itu belum menunjukkan secara tepat kepada penerima yang membutuhkan, contoh misalnya begini kalau keluarga atau basis datanya adalah KK, banyak KK itu yang ternyata memiliki struktur yang tercantum di KK itu bukan sepenuhnya yang ditanggung dalam keluarga tersebut," sebutnya.
"Contohnya misalnya saya saja, sopir saya, pengaman saya, karena tinggal bersama saya, kadang kemudian kan diri dalam KK saya, ada saya yang mungkin dianggap mampu, padahal dia tidak mampu dalam struktur perekonomian tapi dalam struktur KK karena tercantum kepala keluarganya masuk ke saya, maka kemudian itu tidak pantas menerima BLT-BLT itu, itu yang kemudian perlu didetailkan," lanjutnya.
Untuk itu, ia berharap ke depan hal-hal yang terkait penyaluran BLT itu lebih rinci. Ia juga meminta Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diperbarui secara rutin.
"Itu yang saya hanya perlu perbaikan ke depan karena kita memang memahami kita tidak pernah tahu dan tidak pernah dapat kabar bahwa COVID-19 akan datang segera. Tentu kemudian baru tersadar bahwa sekarang dibutuhkan termasuk di DTKS Kemensos, bahwa semula tidak pernah di-update namanya data sosial ya kadang dulu kaya tapi PHK tiba-tiba miskin sebaliknya yang miskin boleh jadi kemudian jadi kaya. Itu kan dinamika sosial," tuturnya.