Reisa Broto Asmoro:
Selamat sore Saudara-saudari, Bapak-Ibu yang saya hormati. Protokol atau panduan kesehatan yang digaungkan setiap hari adalah cara beradaptasi dengan kebiasaan baru. Protokol tersebut adalah syarat agar kita tetap produktif dan aman COVID-19. Salah satu kebiasaan baru yang paling penting adalah menjaga jarak aman, seperti yang sudah pernah saya sampaikan. Menjaga jarak yang aman adalah antara 1 sampai dengan 2 meter. Itu mampu menurunkan risiko tertular COVID-19 hingga lebih dari 50 persen. Penelitian menunjukkan jaga jarak adalah adalah cara yang ampuh mencegah penularan COVID-19. Dalam masa pandemi sebaiknya kita perhatikan hal ini, menjaga jarak aman dari orang lain.
Terapkan physical distancing terutama di tempat umum dan saya ingatkan kembali bahwa penularan COVID-19 adalah melalui droplet atau percikan air liur dari seseorang yang terinfeksi ketika dia batuk atau bersin atau bahkan saat berbicara. Tanpa kita sadari saat kita berkomunikasi dengan orang lain bisa jadi ada percikan yang keluar dari mulut lawan bicara kita dan kalau kita tidak menjaga jarak sesuai protokol kesehatan yang disarankan, yakni minimal 1 sampai 2 meter tadi dari orang lain, kita bisa saja terkena percikan tersebut, yang tentunya tidak ada yang sengaja tapi kemudian bisa menularkan COVID-19. Apalagi kalau orang yang kita temui itu tidak kita ketahui status kesehatannya secara pasti. Maka sebaiknya dalam masa pandemi ini physical distancing itu kita harus terapkan dengan baik. Apa sih sebenarnya physical distancing itu? Jaga jarak dan jangan dulu bersentuhan fisik seperti berjabat tangan, berpelukan, salam pipi, cium tangan, bahkan berbisik-bisik sekalipun. Saat ini sebaiknya itu semua dihindari dan berbagai kontak fisik lainnya dengan orang lain. Ingat, banyak sekali loh orang yang tanpa gejala yang terkesan sehat tapi dia membawa virus tersebut.
Kemarin saya sudah memaparkan bahwa virus SARS-CoV-2 si penyebab COVID-19 ini dapat bertahan di beberapa permukaan benda selama beberapa waktu. Nah bisa saja virus ini kemudian menempel secara tidak sengaja di tangan kita akibat kita menyentuh barang-barang yang ada virusnya di permukaan tersebut. Nah kalau kita kemudian bersentuhan dengan orang lain maka penyebaran virus tersebut bisa makin masif, semakin luas. Dengan menjaga jarak aman dan physical distancing ya, terutama ketika kita tidak menjenguk orang yang sakit atau mengunjungi orang-orang yang rentan, itu sangat penting untuk diterapkan. Mari kita biasakan untuk menjaga diri. Tidak memegang anak-anak kecil apalagi bayi kalau kita bukan orang tuanya. Kita sempat baca kan bahwa ada sebuah berita yang mengabarkan bahwa ada bayi yang positif COVID-19 yang diduga tertular dari penjenguk, yang tentunya masuk kategori orang tanpa gejala.
Praktik baik dari belahan dunia lain yang saat ini mulai menunjukkan keberhasilan untuk membendung penularan COVID-19 paling tidak untuk sementara ini adalah negara sahabat kita, yaitu Jepang. Menurut salah satu peneliti pusat penelitian kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Jepang itu tidak menerapkan lockdown atau karantina wilayah seperti beberapa negara lain. Tetapi memberlakukan deteksi dini terhadap kelompok rentan dan sosial conformity. Apa itu? Sosial community adalah permintaan dari pemerintah Jepang kepada warganya agar menghindari keramaian atau kontak dekat secara fisik dengan orang lain. Jadi menghindari bersalaman dengan banyak orang kemudian menghindari agar tidak bertemu dengan banyak orang di ruang yang tertutup dan sempit. Dan anjuran ini sangat dipatuhi oleh banyak orang di sana. Jadi sosial conformity tidak lain dan tidak bukan adalah kepatuhan terhadap anjuran otoritas kesehatan atau pemerintah. Mereka yang patuh dan disiplin mematuhi anjuran selama ini ada hash tag 'di rumah saja' dan menaati PSBB termasuk kelompok ini. Untuk itu kami berterima kasih banyak karena merekalah yang berjasa menurunkan angka penularan di beberapa daerah termasuk DKI Jakarta, di bawah rata-rata satu.
Para dokter di rumah sakit di Taipei itu pun juga membuat sistem pemantauan pasien tanpa kontak. Sebenarnya tujuannya adalah untuk mengurangi resiko terpapar virus bagi dokter dan perawat yang merawat pasien COVID-19 karena menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia orang yang paling beresiko tertular adalah orang yang kontak erat dengan pasien termasuk mereka yang merawat pasien COVID-19.
Ingat kembali bahwa ada yang namanya masa inkubasi, yakni masa di mana seseorang itu terinfeksi dari mulai masuknya virus tersebut ke badan sampai dengan munculnya gejala penyakit pada tubuhnya. Masa ini bervariasi antara 2 sampai 14 hari artinya bisa saja ada orang-orang yang terinfeksi tapi tidak atau belum menunjukkan gejala atau menunjukkan gejala yang sangat ringan yang membuatnya masih bisa beraktivitas seperti biasa. Jadi mulai sekarang perhatikan cara kita berinteraksi dengan orang lain. Hindari kontak fisik, ingat jaga jarak, tapi pencegahan lain-lainnya juga tetap harus dijalankan. Tetap pakai masker dengan baik dan benar apalagi kalau terpaksa harus berdekatan dengan orang lain. Kemudian tetap cuci tangan dengan sabun dan air mengalir ya, paling tidak sama 20 detik dan tentunya menerapkan protokol kesehatan lainnya.
Seorang ahli penyakit menular berkata ketika anda mengulurkan tangan, anda mengeluarkan senjata biologis. Maka mari jinakkan senjata ini dengan rajin cuci tangan dan jadikan alat kebajikan, tangan yang menjadi alat penolong, melindungi orang lain dari COVID-19. Ketiga, perilaku bersih dan sehat yang tadi sudah saya jabarkan adalah bentuk adaptasi kebiasaan baru yang saat ini sering kita dengar dan hanya akan berhasil membantu kita produktif apabila kita jalankan dan laksanakan dengan disiplin dan bersama-sama. Kalau kata bapak Yuri, kita pasti bisa. Sekarang saya akan persilakan bapak dokter Achmad Yurianto untuk membawakan data hari ini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini