Selain kabir, ada olok-olok lain lagi dari PKI ke musuh politiknya, yakni setan desa. Mereka menyebutnya sebagai 'Tujuh Setan Desa', terdiri dari tuan tanah jahat, lintah darat, tukang ijon, kapitalis birokrat, tengkulak jahat, bandit desa, dan penguasa jahat.
Ada pula setan kota, di era '60-an disebut sebagai 'Tiga Setan Kota', terdiri dari kabir, koruptor, dan manipolis (penganut manifesto politik Bung Karno) gadungan. Kadang pula disebut 'Lima Setan Kota', terdiri dari koruptor, manipulator, kabir, penyelundup, dan pengusaha petualang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu adakah istilah 'kadrun' di era PKI?
Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menjelaskan istilah kadrun atau kadal gurun, baru muncul setelah Pilkada DKI 2012 hingga Pilpres 2019, setelah munculnya istilah kampret dan cebong. Istilah kadrun belum ada saat era PKI masih ada.
![]() |
"Waktu Pemilu 1955 ada persaingan yang tajam antara Masyumi dan PKI. Masyumi menuduh orang komunis itu ateis. PKI menuduh Masyumi dapat bantuan dana dari AS. Tidak ada istilah kadal gurun tersebut. Tahun 1960-an, yang ada yakni istilah Nekolim, Aksi Sepihak, Setan Desa, Setan Kota," tutur Asvi kepada detikcom, Rabu (10/6/2020).
Menurut Asvi, istilah-istilah seperti kadrun, cebong, dan kampret, itu bersifat memecah belah. Ini tidak sehat.
"Istilah-istilah tersebut yang memecah belah, mengelompokkan kawan dan lawan yang berkelanjutan," kata Asvi.
![]() |
(dnu/tor)