Kepada polisi, korban mengaku mengapung di laut sejak malam hari sebelum mereka ditemukan. "Mereka mengapung dari pukul 20.00 WIB (5 Juni 2020)," imbuh Gultom.
Kepada polisi, AJ dan R mengaku dibohongi perusahaan penyalur pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI). Mereka dijanjikan berangkat ke Korea Selatan (Korsel) untuk bekerja sebagai buruh di perusahaan tekstil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan keterangan korban R, ada yang merekrut dirinya dan 5 orang lainnya untuk bekerja di Korea. Dan termyata dipekerjakan sebagai nelayan di atas Kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901," tutur GR Gultom.
Korban AJ juga mengaku pada polisi, dia dan 6 rekannya direkrut untuk bekerja di Korsel dan pada 24 Januari lalu diberangkatkan dari Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
"Korban AJ dan 6 orang temannya dinaikkan ke kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901 dan bekerja selama 3 bulan. Dipindah dan bertemu dengan korban R di atas kapal yang sama," ucap GR Gultom.
Kedua korban tergiur iming-iming akan digaji Rp 25 juta yang dijanjikan oleh perusahaan penyalur mereka. Namun kenyataannya mereka sendiri tak mengerti berapa gaji yang mereka dapatkan, sementara kontrak kerja mereka 2 tahun.
"Bahwa seluruh korban yang terdapat pada kapal nelayan dimaksud, menurut korban AJ dan R, sebelumnya telah dijanjikan untuk bekerja di negara Korea pada bagian tekstil, dengan jumlah gaji per bulannya sebesar Rp 25 juta," terang GR Gultom.
"Selama bekerja, para korban juga mengaku tidak pernah mengetahui berapa gaji yang diterimanya, sedangkan kontrak kerja yang dilakukan selama 2 tahun," sambung GR Gultom.
Kedua korban dievakuasi polair ke Puskesmas Tebing Tinggi untuk menjalani pemulihan. Kedua ABK itu juga di-rapid test terkait Corona.
"Tindak lanjutnya juga kami berkoordinasi dengan BNP2TKI Karimun," tandas GR Gultom.
(aud/aud)