KPK Sudah Beri Opsi Tutupi Defisit BPJS Kesehatan Selain Naikkan Iuran

KPK Sudah Beri Opsi Tutupi Defisit BPJS Kesehatan Selain Naikkan Iuran

Ibnu Hariyanto - detikNews
Kamis, 14 Mei 2020 10:20 WIB
Gedung KPK
Foto: Gedung KPK (Ari Saputra/detikcom)

Menurut Pahala, sejumlah opsi bisa dilakukan untuk mengatasi defisit itu tak hanya dengan menaikkan iuran dana BPJS Kesehatan.

"KPK melakukan kajian khusus, opsi-opsi apa yang bisa diambil untuk menutup defisit selain iuran. Waktu itu kita diskusikan, kita percaya masih ada opsi lain yang bisa diambil secara struktural bisa mengurangi defisit. Sebagian besar ini di tingkat kebijakan," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pahala mengatakan KPK meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempercepat penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK). Pahala menyebut saat baru ada 32 PNPK dari target yang diminta KPK pada 2015 sebanyak 80 PNPK. Ia menilai ketiadaan PNPK itu mengakibatkan unnecessary treatment atau pengobatan yang tidak perlu.

"Kita lihat 80 dan baru selesai 32 PNPK sampai Juli 2019. Akibatnya, karena masih ada sekitar 48 yang belum, salah satunya 2018 sempat ribut itu soal katarak, bedah sesar, dan fisioterapi, itu murni karena nggak ada PNPK. BPJS merasa keberatan dengan klaim katarak yang waktu itu Rp 2 triliun. Semua dokter mata merasa nggak ada peraturan di kekaburan berapa katarak itu bisa dioperasi. Nggak ada batas kekaburan berapa. Katarak natural. Akibatnya, klaim massal untuk katarak, BPJS keberatan karena Rp 2 triliun ini signifikan. Jadi, dia keluarkan bahwa katarak itu tidak boleh kecuali sekian dan digugat ke MA, kalah. Karena memang BPJS bukan penentu kebijakan," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Pahala juga minta Kemenkes membuat PNPK untuk penyakit katastropik atau penyakit gaya hidup, seperti jantung, diabetes, kanker, stroke, dan gagal ginjal. Pahala menilai PNPK untuk mengatur opsi pembatasan manfaat bagi penyakit penyakit katastropik sehingga bisa menekan potensi unnecessary treatment.

"Total klaim penyakit katastropik adalah sebesar 30 persen dari total klaim pada 2018 sebesar Rp 94 triliun, yaitu Rp 28 triliun. Dengan diatur PNPK penyakit katastropik, potensi unnecessary treatment sebesar 5-10 persen atau sebesar Rp 2,8 triliun dapat dikurangi," katanya.

Kemudian, menurut Pahala, Kemenkes diminta mengakselerasikan coordination of benefit (CoB) dengan asuransi kesehatan swasta. Ia menyebut, berdasarkan data Dewan Asuransi Indonesia, ada 1,7 persen penduduk Indonesia yang memiliki asuransi atau sekitar 4,5 juta orang.

Ia menilai, dengan mengakselerasi CoB itu, BPJS seharusnya bisa berbagi jika terdapat klaim dengan pihak asuransi swasta. Hal serupa sudah dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan.

"Dengan asumsi besaran CoB seperti yang diterapkan di Jepang dan Korea Selatan, yaitu 20-30 persen, dapat mengalihkan beban klaim peserta PPU (pekerja penerima upah) nonpemerintah dan PBPU sebesar Rp 600-900 miliar kepada asuransi swasta," sebutnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads