Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjelaskan alasan perbedaan data pemerintah terkait penanganan pandemi virus Corona. Perbedaan ini terjadi pada saat proses pengiriman data baru.
"Terkait dengan ada yang beda, oh kok beda? Perbedaan itu terjadi pada pengiriman-pengiriman pada saat ketika cut off point time-nya itu berbeda," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenkes Didik Budijanto dalam siaran langsung di YouTube BNPB, Selasa (28/4/2020).
Didik mengatakan data mengenai penanganan virus Corona di Indonesia bergerak dinamis. Untuk itu, Kemenkes bersama lembaga kesehatan menetapkan pukul 12.00 WIB setiap hari sebagai waktu terakhir pengumpulan data sebelum akhirnya diumumkan ke masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga, ketika jubir sampaikan pada jam yang ditayangkan, data dinamis terus berproses. Tapi teman-teman di PHEOC (Public Health Emergency Operation Center) dan Balitbangkes harus bikin batas waktu. Itu sebabnya Pak Jubir selalu sampaikan (data yang dihimpun dari) jam 12.00 WIB, seperti itu. Karena datanya dinamis betul, maka jelas (data) masuk ke (pengumuman) berikutnya," jelasnya.
Didik menjabarkan tiga tahapan verifikasi dan validasi data penanganan COVID-19 yang dilakukan Kemenkes sebelum akhirnya sampai ke masyarakat. Pertama, setelah masyarakat melakukan pemeriksaan virus Corona di laboratorium, hasil pemeriksaan akan langsung dikirimkan ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes.
"Mulai dari laboratorium yang jejaring Badan Litbang, kemudian dari data-data dari laboratorium, spesimen dan sebagainya, kemudian dikoordinir teman-teman Litbangkes. Semua terkompilasi dan ter-compare di sana. Proses yang terjadi setelah pemeriksaan positif masuk ke dalam laboratorium kemudian dikirim laporannya ke Litbangkes," jelasnya.
Badan Litbangkes akan melakukan proses verifikasi dan validasi tahap pertama. Proses ini dilakukan dengan cara mencocokkan data masyarakat yang melakukan tes. Mengingat terdapat kemungkinan satu orang bisa menjalani tes lebih dari satu kali.
"Dari Litbangkes ada satu proses, walaupun tidak keseluruhan ada proses validasi, proses bagaimana supaya betul-betul datanya pas. Karena beberapa orang, bisa jadi satu orang pemeriksaannya ada yang sampai 2-4 kali. Oleh karena itu perlu di validasi," ungkapnya.
Selanjutnya, data-data yang sudah terverifikasi oleh Badan Litbangkes dikirim ke Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) Kemenkes. Dari sini, data akan kembali dicocokkan melalui verifikasi dan validasi. Pada tahapan ini pun, lembaga itu juga menerima data terkait penelusuran yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan daerah.
"Setelah proses pada Litbangkes, kemudian data dikirimkan ke Public Health Emergency Operation Center (PHEOC). Itu pun juga diverifikasi dan divalidasi. Di PHEOC itu juga terima data selain dari laboratorium, itu pun ada data dari Dinkes daerah terkait surveilans terkait penelusuran epidemiologi," ujar Didik.
"Jadi di sana mereka berproses lakukan validasi dan verifikasi sampai muncul berapa jumlah spesimen yang diperiksa kemudian berapa orang yang diperiksa sampai muncul positif-negatif. Bahkan dari Dinkes berikan informasi berapa ODP, berapa PDP, sampai yang sembuh," lanjutnya.
Ada Beda Data Terkait Corona, Ini Penyebabnya:
Terakhir, Pusat Data dan Informasi Kemenkes akan menerima data dari PHEOC. Didik menegaskan pada tahapan ini, Kemenkes melakukan verifikasi dan validasi terakhir agar data yang disampaikan masyarakat benar adanya. Secara otomatis, data-data ini pun akan diterima oleh Gugus Tugas.
"Kemudian diverifikasi sampai masuk data warehouse di Pusat Data Informasi Kemenkes. Ini secara sistem sudah mengalir, di pusat data pun tidak sekadar diterima tetapi diverifikasi dan validasi terakhir supaya betul-betul clean ketika jubir untuk menyampaikan data-data dan update seluruhnya. Kita terintegrasi dengan Gugus Tugas, jadi langsung terkirim setiap 12 menit ditarik oleh Gugus Tugas. Jadi demikian alurnya," jelas Didik.
Didik pun memastikan bahwa data yang dibacakan oleh juru Bicara Pemerintah terkait COVID-19 Achmad Yurianto telah melewati verifikasi dan validasi data yang ketat. Ia meminta masyarakat tidak perlu memperdebatkan mengenai perbedaan data pemerintah dan berjanji akan terus meningkatkan proses verifikasi dan validasi data.
"Pertama di Badan Litbangkes, kemudian di PHEOC, dan ketiga di Pusat Data dan Informasi. Data yang mengalir di Gugus Tugas betul-betul yang sudah terverifikasi. Untuk perbedaan-perbedaan data seyogyanya tidak perlu diperdebatkan lagi, karena mekanismenya sudah demikian. Yang penting integrasi data sudah terjadi dan akan terus kita tingkatkan kualitasnya," terangnya.
Nantinya, data-data ini akan berguna bagi masyarakat dalam melihat peta sebaran COVID-19 di daerah masing-masing. Selain itu, melalui informasi ini, pemerintah dapat melakukan evaluasi penanganan COVID-19 sebelum menentukan kebijakan baru.
"Jadi sangat bermanfaat sekali, pertama bisa ketahui sebaran-sebaran dan tentu saja akan berikan warning kepada masyarakat di daerah, 'oh ternyata daerah saya merah'. Sehingga dengan data-data itu masyarakat bisa preventif. Ini sangat penting sekali," kata Didik.
"Saya juga baca di surat kabar kalau nggak salah data sudah mulai landai. Hal ini tentu saja suatu data yang memang terus dipantau oleh pengambil kebijakan. Kalau terlihat landai kita bisa intervensi ke belakang, 'oh ternyata selama ini dilakukan sudah on the track'. Ke depannya juga ada beberapa langkah-langkah yang bisa disesuaikan dengan data-data yang cukup signifikan," pungkasnya.
(azr/azr)