Jakarta -
Hingga saat ini, jumlah total kasus positif COVID-19 yang meninggal dunia ada 590 orang. Begitulah data yang disebut Pemerintah RI. Namun menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jumlah kematian akibat virus Corona itu jauh lebih banyak. Angka yang ditampilkan pemerintah tak cukup mewakili jumlah korban jiwa.
Keruan saja, IDI menghitung bukan cuma berdasarkan jumlah kasus yang sudah terkonfirmasi sebagai positif COVID-19. IDI juga memasukkan angka Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 meninggal dunia yang belum diketahui kepastiannya apakah positif atau negatif COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IDI menyatakan orang yang sudah meninggal dunia karena COVID-19 sudah mencapai 1.000 orang. Organisasi profesi kedokteran ini menilai tes yang digalang pemerintah kurang cepat mengejar kenyataan, maka hasilnya cenderung lebih sedikit ketimbang jumlah korban jiwa yang sebenarnya.
"PDP yang meninggal belum masuk dalam laporan kematian. PDP yang meninggal oleh RS dilaporkan juga sebagai kematian perawatan COVID, dimakamkan sesuai prosedur COVID. Hasil pemeriksaan belum keluar bahkan belum sempat diperiksa," kata Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih, kepada wartawan, Sabtu (18/4) lalu.
Kenapa begitu yakin? Ini karena IDI mendasarkan pada metode pemakaman yang dijalankan terhadap seribuan orang itu adalah metode pemakaman COVID-19. IDI percaya, mereka meninggal karena SARS-CoV-2.
"Data sekarang belum mewakili keseluruhan yang sebenarnya terjadi karena keterbatasan pemeriksaan dan kecepatan pemeriksaan masih kurang. Kalau akurasi PCR itu akurat," kata Daeng, sehari kemudian, menyoroti data pemerintah.
Ketua PB IDI 2018-2021 Dr Daeng M Faqih SH, MH. Foto: Ayunda Septiani |
Kasus Positif Corona Jadi 6.760 Orang, Ini Sebarannya:
Tentu saja pemerintah mempertanyakan keyakinan IDI. Selama ini, pemerintah hanya menyampaikan kasus yang terkonfirmasi. Kasus yang belum terkonfirmasi tentu belum bisa disampaikan karena sifatnya belum pasti.
"Dia (IDI) dapat data dari mana? Kalau data dari saya kan jumlah konfirmasi positif, apakah semua orang yang meninggal harus COVID?" ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona, Achmad Yurianto saat dihubungi, Minggu (19/4).
Yuri menegaskan dirinya juga memiliki data kematian untuk pasien dalam pengawasan (PDP) dan juga orang dalam pemantauan (ODP). Namun, dia mengatakan yang dia umumkan setiap hari ke masyarakat terkait data kematian Corona itu adalah pasien yang terkonfirmasi positif saja tidak digabung dengan PDP dan ODP.
"Ada (data). Yang saya umumkan itu sama dengan apa yang saya laporkan ke WHO," tegasnya.
Politikus Senayan ikut mengomentari. Wakil Ketua Komisi IX, Melki Laka Lena menuturkan IDI mestinya bertemu Gugus Tugas atau Kemenkes untuk menyamakan data yang dimiliki dengan data yang dipakai oleh pemerintah. Menurutnya, perbedaan data yang disampaikan ke publik tidak memberi pesan positif, malah menimbulkan kebingungan, kecemasan dan ketakutan.
"Ukuran dan parameter penentuan angka kematian pasien karena COVID-19 pasti beda sehingga semua pihak terkait harus duduk bersama berbicara secara obyektif dan tidak perlu diumbar ke publik perbedaan semacam ini karena tidak berdampak positif," kata Melki saat dihubungi, Minggu (19/4).
Achmad Yurianto Foto: Andhika Prasetia/detikcom |
Saat polemik data kematian masih bergulir, ketemuan antara IDI dan pemerintah belum juga terlaksana, IDI kemudian menyampaikan permintaan. IDI meminta pemerintah tidak hanya mengumumkan data pasien meninggal positif COVID-19 saja, namun pasien yang meninggal dalam status PDP juga perlu diumumkan.
"Sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan, itu perlu disampaikan. Jadi nggak masalah yang positif tetap disampaikan, nggak masalah tetap disampaikan. Saran kami yang PDP meninggal juga disampaikan," ujar Daeng, Senin (20/4).
Pengumuman PDP yang meninggal dunia ini perlu dilakukan agar menjadi bahan evaluasi kebijakan. Salah satunya, evaluasi pemeriksaan PCR. Menurutnya, perlu ada percepatan hasil PCR (Polymerase Chain Reaction). Tak diketahuinya kepastian PDP yang meninggal, apakah positif atau negatif COVID-19, boleh jadi karena lamanya pengetesan PCR, metode yang akurat sejauh ini.
Padahal, kepastian apakah seorang pasien positif atau negatif COVID-19 bisa menentukan perlakuan medis terhadap pasien itu. Pasien tak bisa dibiarkan menunggu kepastian terlalu lama. IDI merekomendasikan penanganan pasien PDP dapat dilakukan seperti pasien positif COVID-19 tanpa menunggu hasil PCR. Pokoknya, perlakukan saja semua PDP seperti memperlakkukan pasien positif COVID-19, toh gejala yang mereka punyai juga gejala COVID-19.
"Kalau belum keluar kalau dia sudah PDP, itu secara klinis sudah menunjukkan COVID kan. Dengan data itu, kami mengajukan itu sudah diterapi dengan (prosedur) COVID," pungkas Daeng.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini