Pandu beserta pakar dari FKM UI lainnya, yakni Iwan Ariawan, Muhammad N Farid, dan Hafizah Jusril, telah menyusun 'Permodelan COVID-19 Indonesia, Apa yang Terjadi Jika Mudik?' bertanggal 12 April.
Berikut ini jumlah orang yang bakal terjangkit COVID-19 dan perlu perawatan rumah sakit, dibagi berdasarkan skenario 'dengan mudik' dan 'tanpa mudik'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Estimasi kumulatif kasus COVID-19 di Pulau Jawa:
1. Jawa selain Jabodetabek (dengan mudik): +/- 1.000.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
2. Jawa selain Jabodetabek (tanpa mudik): +/ 800.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
3. Jabodetabek: +/- 250.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
![]() |
Angka tersebut diprediksi tercapai pada 1 Juli 2020. Sebelum momen puncak itu, angka kasus COVID-19 yang perlu perawatan rumah sakit bakal terus naik. Pada 24 Mei atau 1 Syawal, angka positif COVID-19 yang perlu perawatan RS sudah menembus 500 ribu kasus, bila tanpa larangan mudik.
Selisih antara skenario dan mudik dengan tanpa mudik sekitar 200.000 kasus COVID-19 yang perlu perawatan RS. Jadi bila pemerintah melarang mudik, maka tambahan 200.000 kasus COVID-19 yang perlu perawatan RS tidak akan terjadi.
Ada sejumlah asumsi yang dijadikan dasar oleh tim FKM UI untuk menghitung prediksi ini, yakni Survei Potensi Pemudik Angkutan Lebaran Tahun 2019 Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Hasil survei itu menyebutkan 44,1% orang dari Jakarta Bogor Depok Tangerang (Jabodetabek) yang mudik Lebaran tahun 2019. Sebanyak 44,1% Dari 100% orang di Jabodetabek berarti 14,9 juta orang.
Sedangkan untuk 2020, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) memprediksi 56% warga Jabodetabek tidak mudik, 37% masih mempertimbangkan untuk mudik, dan 7% telah mudik. Asumsinya, 20% penduduk Jabodetabek bakal mudik ke provinsi lain di Pulau Jawa ini selama rata-rata 7 hari pada 2020.
(dnu/fjp)