Selain itu, ada catatan dalam penerapannya. Umar mengungkapkan ojek dan ojek online diizinkan mengangkut penumpang dengan syarat yang cukup ketat dan mengedepankan protokol kesehatan.
"Ini tercermin bahwa kita rumuskan dalam butir D 'dalam hal tertentu', tentu ini bukan menggantung ya, improvisasi di lapangan, bisa saja kalau perkembangan tertentu atau masukan untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan pribadi, tapi rambu-rambunya harus dibaca juga bahwa aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB, melakukan desinfeksi, menggunakan masker," jelas Umar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam arti kata, ketika dalam suatu daerah menerapkan PSBB atau bapak polisi menemukan di jalan orang (naik motor) berdua, sepanjang dia tidak memenuhi kaidah-kaidah protokol yang terdapat di butir D tentu ini adalah pengambilan keputusan di lapangan, tetapi peraturan transportasi membuka ruang, kan ada juga di daerah lain yang alhamdulillah belum PSBB.," sambungnya.
Karena itu, Umar menegaskan aturan Permenhub tak bertentangan dengan aturan lain. Menurutnya, Permenhub telah sangat mengakomodasi pencegahan COVID-19.
"Ada tanggung jawab Kemenhub, mengatur dan mengendalikan transportasi, kita punya tanggung jawab. Aspek sarana dan prasarana sudah secara komprehensif," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai Permen yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan itu kontradiktif dengan pasal lainnya di Permenhub. Selain itu, aturan tersebut bertentangan dengan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Permenkes No 9 Tahun 2020.
"Peraturan ini sangat kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing (jaga jarak fisik)," kata Djoko dalam keterangan tertulis, Minggu (12/4).
"(Juga) bertentangan dengan Pasal 11 C pada aturan yang sama, angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang," imbuhnya.
(mae/mae)