1. Penelitian
Influenza mewabah pada 1918-1920 di Hindia-Belanda. Diperkirakan ilmuwan, penduduk Pulau Jawa dan Madura yang meninggal akibat virus H1N1 kala itu sekitar 4,26-4,37 juta orang, atau tertinggi ketiga di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya, orang yang sakit influenza itu diobati menggunakan pil kina. Dinas Kesehatan Rakyat (Burgerlijke Gezondheid Dienst) mengadakan penelitian untuk menemukan obat influenza.
Laboratorium kedokteran di Batavia kemudian menemukan ramuannya, yakni tablet penyembuh influenza. Tablet ini terdiri atas 0,250 aspirin, 0,150 pulvis doveri, dan 0,100 camphora. Dalam masa produksi pertamanya, hampir 100 ribu butir tablet ini dihasilkan dan kemudian dibagikan.
2. Pembagian masker
Bulan November 1918, pemerintah sudah membentuk tim yang berada di Kepala Dinas Kesehatan Rakyat. Tim ini difungsikan untuk menanggulangi penyebaran wabah influenza.
Mereka menemukan, virus influenza itu menular lewat udara. Maka dari itu, pemerintah kolonial kemudian mengeluarkan instruksi pembagian masker. Masker-masker itu diserahkan kepada warga yang tinggal di daerah terjangkit.
Priyanto Wibowo dkk menuliskan catatan mengenai masker ini berdasarkan referensi 'Koloniaal Verslag' atau 'Laporan Kolonial' untuk tahun 1920. Khasanah arsip ini merupakan pidato pertanggungjawaban Menteri Koloni sebagai wakil Ratu Belanda dalam sidang Parlemen Belanda (Staten Generaal) setiap tahun di Den Haag.
3. Propaganda
Pemerintah kolonial juga melakukan propaganda, atau masyarakat saat ini menyebutnya sebagai 'sosialisasi pemerintah'. Sosialisasi disampaikan hingga ke birokrasi desa dan kampung.
Materi sosialisasi berisi penjelasan-penjelasan tentang influenza, gejala-gejala, proses penularan, akibat-akibat, serta cara pencegahan dan penyembuhannya.
Salah satu sarana untuk menyalurkan informasi adalah melalui jalur kesenian. Pemerintah kolonial juga membuat instruksi kepada Direktur Pendidikan dan Agama (Onderwijs en Eeredients).
Buku pedoman tentang penyakit influenza juga diterbitkan dalam bahasa Jawa dan ditulis dalam huru Jawa, diterbitkan Balai Pustaka tahun 1920. Buku ini disusun dalam bentuk percakapan antara tokoh-tokoh wayang (punakawan).
Buku pedoman itu berjudul 'Lelara Influenza'. Buku ini memang bertema wayang, lebih cocok dibaca para dalang untuk disampaikan saat pementasan di desa-desa.
4. Imbauan 'isolasi mandiri'
Dalam buku 'Lelara Influenza' termuat imbauan 'isolasi mandiri'. Bagi yang sakit influenza diminta berdiam diri di rumah. Berikut bunyi imbauan dalam buku berbahasa Jawa terbitan 1920 itu:
- Influenza bisa mengakibatkan sakit panas dan batu, mudah menular, asalnya dari abu atau debu, berhati-hatilah jangan sampai bertindak ceroboh yang bisa mengakibatkan munculnya debu
- Orang yang terkena panas dan batuk tidak boleh keluar rumah, harus tidur atau istirahat saja. Badannya diselimuti sampai rapat, kepalanya dikompres, tidak boleh mandi.
![]() |