Kejaksaan Agung RI (Kejagung) mengembalikan berkas penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua, ke Komnas HAM. Kejagung menilai berkas yang diajukan Komnas HAM belum lengkap untuk masuk tahap penyidikan.
"Berkas hasil penyelidikan Komnas HAM dikembalikan karena berdasarkan penelitian tim jaksa penyelidik pada Direktorat HAM Berat Jampidsus, berkas penyelidikan tersebut belum memenuhi kelengkapan atau syarat-syarat suatu peristiwa dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan pelanggaran HAM Berat, baik pada syarat-syarat formil maupun pada syarat-syarat materiil," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/3/2020).
Hari mengatakan unsur sangkaan yang dimuat tidak cukup signifikan untuk masuk dalam tahap pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam hal ini, Komnas HAM gagal dalam unsur kelengkapan materill.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kekurangan yang cukup signifikan ada pada kelengkapan materiil karena belum terpenuhinya seluruh unsur pasal yang akan disangkakan yaitu pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (pengadilan HAM)," ujarnya.
Kendati demikian, Kejagung memberikan tenggang waktu kepada Komnas HAM untuk memperbaiki selama kurun 30 hari. Hari menyebut Jaksa Agung telah mengirimkan petunjuk untuk memenuhi kekurangan dalam pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Petunjuk untuk memenuhi kekurangan atas berkas hasil penyelidikan pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai Provinsi Papua sudah disampaikan oleh tim penyidik dalam surat yang ditanda-tangani oleh Jaksa Agung RI pada tanggal 13 Maret 2020 dan sesuai ketentuan pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM mempunyai waktu 30 (tigapuluh) hari," katanya.
Hari memastikan pihak Komnas HAM dapat kembali memberikan kelengkapan berkas penyelidikan yang telah direvisi kepada Jaksa Agung. "Untuk melengkapi kekurangan berkas hasil penyelidikan dan kemudian mengembalikan berkas penyelidikan kembali kepada Jaksa Agung RI selaku Penyidik Pelanggaran HAM Berat," jelas Hari.
Diberitakan sebelumnya, berkas penyelidikan telah dikirim kepada Jaksa Agung/Penyidik pada tanggal 11 Februari 2020 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Komnas HAM berharap kasus ini segera dapat berproses ke Pengadilan.
Ketua Komnas HAM Taufan Damanik menjelaskan, pada tanggal tersebut terjadi peristiwa kekerasan terhadap penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk. Pada kejadian yang sama terdapat 21 orang yang mengalami luka penganiayaan.
Tim Ad Hoc Komnas HAM telah melakukan kerja penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan para saksi sebanyak 26 orang, meninjau dan memeriksa TKP di Enarotali Kabupaten Paniai, pemeriksaan berbagai dokumen, diskusi ahli dan berbagai informasi yang menunjang pengungkapan peristiwa pada tanggal 7-8 Desember 2014 tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut disimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/ Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.
Tim penyelidik juga menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian, namun bukan dalam kerangka pelanggaran HAM berat. Oleh karenanya, direkomendasikan untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut dan memperbaiki kepatuhan terhadap hukum yang berlaku, khususnya terkait perbantuan TNI-Polri.