Tepis Sembunyikan, Pengacara Protes Status Buronan Nurhadi

Tepis Sembunyikan, Pengacara Protes Status Buronan Nurhadi

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 21 Feb 2020 14:19 WIB
Maqdir Ismail
Maqdir Ismail, yang menjadi kuasa hukum untuk praperadilan yang diajukan buron KPK, Nurhadi. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, yang kini berstatus buron, belum diketahui pasti keberadaannya. Namun pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, kembali bersuara agar KPK menunda penyidikan terhadap Nurhadi lantaran ada pengajuan praperadilan.

"KPK harus juga menghargai dong upaya praperadilan yang diajukan Pak Nurhadi, Rezky, dan Hiendra. Jangan tiba-tiba KPK memasukkan sebagai DPO (daftar pencarian orang). Praperadilan kan hak tersangka, harusnya juga hak itu dihargai sama penyidik," kata Maqdir kepada wartawan, Jumat (21/2/2020).

Ini merupakan praperadilan kedua yang diajukan setelah sempat kalah. Praperadilan itu diajukan Nurhadi bersama-sama dengan Rezky Herbiyono sebagai menantunya dan Hiendra Soenjoto sebagai Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT). Oleh KPK, Hiendra diduga memberikan suap kepada Nurhadi dan Rezky.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiganya berstatus tersangka dan juga sama-sama ditetapkan sebagai buron. Maqdir memprotes lantaran surat panggilan KPK disebutnya tidak pernah diterima, setidaknya pada Nurhadi dan Rezky, tetapi KPK sudah menetapkannya sebagai buron pada 11 Februari 2020.

Selain itu, Maqdir menyinggung soal Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status DPO. Maqdir menyebut praperadilan yang diajukannya terjadi sebelum Nurhadi berstatus buron sehingga praperadilan kedua itu, menurutnya, tidak otomatis gugur.

ADVERTISEMENT

"Status DPO itu kan post factum, status itu ada setelah gugatan praperadilan diajukan. SEMA itu tidak bisa dipakai terhadap praperadilan ini. Kecuali kalau sudah ditetapkan sebagai DPO baru kita ajukan praperadilan itu baru bisa dipakai SEMA itu," kata Maqdir.

Pendapat Maqdir itu didukung Margarito Kamis sebagai pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate. Dia turut menyinggung soal SEMA seperti disampaikan Maqdir.

"Jadi tidak bisa SEMA itu dipakai untuk Pak Nurhadi dan dua orang itu. Konteksnya kan mereka (Nurhadi, Rezky, dan Hiendra) ajukan praperadilan kedua baru KPK menerbitkan DPO. Jadi surat edaran itu tidak bisa dipakai untuk menerangkan kasus Pak Nurhadi, Rezky, dan Hiendra ini," ujarnya.

"Penetapan DPO untuk Nurhadi dan lain-lain itu keliru. Praperadilan itu juga mendahului (penetapan status) DPO. Praperadilan itu menggugurkan status DPO itu," imbuh Margarito.

Kembali lagi soal Maqdir. Dia mengaku tidak tahu posisi Nurhadi dan Rezky saat ini. Maqdir menyebut Nurhadi dan Rezky menunjuknya sebagai kuasa hukum untuk praperadilan, bukan pokok perkara. Setelah itu pun dia mengaku tidak pernah bertemu keduanya. Dia pun menepis telah menyembunyikan buron KPK itu.

"Di surat kuasa, Pak Nurhadi menuliskan alamatnya sesuai KTP dengan rumah yang di Hang Lekir dan Rezky sesuai KTP dengan alamat Patal Senayan itu. Di mana pastinya mereka ada, saya tidak tahu," kata Maqdir.

"Bagaimana saya menyembunyikan? Saya saja nggak tahu sama sekali, nggak mengerti mereka ada di mana. KPK kan harusnya punya peralatan canggih, silakan cari keberadaannya. Tapi kalau ada yang menghalangi silakan saja diterapkan, tapi harus jelas menghalangi itu seperti," imbuh Maqdir.

Simak Video "Jejak Kelam Eks Sekjen MA Nurhadi 'Si Buronan' KPK"

[Gambas:Video 20detik]



(dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads