Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan status kewarganegaraan kombatan ISIS eks WNI adalah 'stateless'.
"Sudah dikatakan stateless," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moeldoko mengatakan status stateless tersebut merupakan keinginan para eks WNI tersebut. Hal itu, kata dia, ditunjukkan dengan pembakaran paspor.
Maka, menurut dia, status stateless itu tak perlu melalui proses peradilan. "Itu sudah sangat tegas dalam UU tentang Kewarganegaraan," kata dia.
"Karena mereka sendiri yang menyatakan sebagai stateless. Pembakaran paspor adalah suatu indikator," imbuh Moeldoko.
Sebelumnya, mantan hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan status kewarganegaraan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS harus diputus lewat proses peradilan. Sebab, Indonesia merupakan negara hukum.
"Ratas (rapat terbatas) di Istana itu pandangan-pandangan mengenai tanggung jawab, keamanan, itu betul. Namun, ratas hanya memutuskan untuk mencegah sementara mereka masuk, selebihnya serahkan ke pengadilan," kata Gayus saat ditemui usai menghadiri diskusi di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (12/2).
Gayus menjelaskan status kewarganegaraan seorang WNI tidak boleh dicabut secara serta-merta oleh pemerintah, meskipun aturan undang-undang memungkinkan adanya sanksi tersebut. Dia menjelaskan undang-undang merupakan aturan legal abstrak (law in abstracto) yang seharusnya dibuat terang atau konkret melalui proses persidangan (law in concreto).
"Ini harus diuji dulu di pengadilan, betul tidak dia bakar paspor. Yang mana dari 600 ini yang bakar paspor. Berapa anak kecil yang dibawa bapaknya ke luar negeri, berapa yang lahir di luar negeri," terang eks politikus PDIP itu.
(isa/zlf)