Eks Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Dirut Perum Perindo) Risyanto Suanda didakwa menerima uang USD 30 ribu (setara Rp 410 juta) dari pengusaha Mujib Mustofa. Uang tersebut terkait penunjukan Mujib untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang tersebut sebagai akibat atau disebabkan karena terdakwa menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan berupa frozen pacific mackarel atau scomber japonicus milik Perum Perikanan Indonesia," kata jaksa KPK M Nur Azis saat membacakan surat dakwaan tersebut dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).
Mujib menjabat sebagai Direktur Utama PT Navy Arsa Sejahtera (PT NAS) yang bergerak di bidang ekspor-impor dan perdagangan. Mujib juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Lintang Kemukus Logistics yang bergerak di bidang ekspedisi muatan muatan kapal laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ada lagi 2 jabatan lain Mujib yaitu Komisaris CV Dua Putra di bidang freight forwarding dan importasi ikan serta Komisaris pada PT Dimas Reiza Perwira yang bergerak di bidang pabrik pengolahan ikan.
Jaksa mengatakan kasus ini bermula saat Mujib bertemu Risyanto membahas peluang usaha kerja sama izin impor perikanan berupa frozen Pacific mackarel atau Scomber japonicus. Selanjutnya, Perum Perindo mengajukan permohonan rekomendasi impor hasil perikanan provinsi DKI (RPHP) berupa frozen Pacific mackarel atau Scomber japonicus ke Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Simak Video "Praperadilan Kasus PAW DPR, MAKI Minta KPK Hadirkan Kompol Rosa"
Setelah mendapatkan RPHP, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan persetujuan impor untuk Perum Perindo sebanyak 500 ton. Selanjutnya, Risyanto mengadakan rapat dengan divisi sales dan divisi pengelolaan hasil perikanan.
Dalam rapat tersebut, Aslam Basir selaku Kepala Divisi Sales disebut memberikan nama-nama yang dapat memanfaatkan persetujuan impor hasi perikanan, yaitu Tan, Mujib dan Rudi. Risyanto pun menambahkan nama yaitu Desmond.
"Setelah terdakwa menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan frozen pacific mackarel atau scomber japonicus sebanyak 150 ton milik Perum Perindo, Mujib Mustofa menghubungi Anton selaku Direktur PT Sanjaya Internasional Fishery untuk memanfaatkan persetujuan impor tersebut sebagaimana praktek sebelumnya. Atas tawaran tersebut, Antoni menerimanya," kata jaksa.
"Selanjutnya, Antoni mencari pihak supplier dari China yang dapat memenuhi kebutuhan ikan frozen pacific mackarel atau scomber japonicus sebanyak 150 ton dan setelah mendapatkan supplier Tengxiang Shishi Marine Product Co.Ltd, Antoni melakukan pemesanan dengan menggunakan persetujuan impor hasil perikanan milik Perindo, sementara yang mengurus dokumen impor adalah Mujib Mustofa," lanjut jaksa.
Impor ikan dari China pun berhasil dilakukan Mujib dan Antoni. Kemudian Risyanto bertemu kembali dengan Mujib dengan menanyakan terkait impor frozen pacific mackarel atau scomber japonicus dan dijawab Mujib telah diselesaikan dengan baik.
Dalam pertemuan itu, jaksa mengatakan Risyanto meminta uang USD 30.000 ke Mujib untuk diserahkan Adi Susilo pada 23 September 2019. Kesempatan itu, Risyanto juga menyampaikan ke Mujib soal Perindo akan mendapatkan kuota impor banyak pada Oktober 2019.
Untuk memenuhi permintaan itu, jaksa menyebut Mujib bertemu dengan Adi Susilo di Hotel Mulia Jakarta untuk menyerahkan amplop berisi uang USD 30.000. Setelah penyerahan uang itu, Mujib dan Adi Susilo diamankan petugas KPK.
"Mujib memberikan amplop yang di dalamnya berisi uang USD 30 ribu sambil mengatakan 'ini titipan untuk Pak Aris' yang maksudnya adalah terdakwa. Setelah penyerahan uang itu, Mujib dan Adi Susilo serta barang bukti uang USD 30 ribu diamankan petugas KPK," papar jaksa.
Atas perbuatan itu, Risyanto didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
(fai/mae)