Pemerintah diminta waspada setelah memutuskan tidak memulangkan ratusan WNI yang terlibat jaringan teroris di luar negeri, termasuk ISIS. Peneliti terorisme Ridlwan Habib mengatakan pemerintah harus waspada terhadap serangan balas dendam imbas penolakan itu.
"Polri dan komunitas intelijen harus waspada jika keputusan itu menimbulkan keinginan balas dendam. Misalnya dengan melakukan penyerangan pada kantor pemerintah karena jengkel teman mereka tidak dipulangkan," kata Ridlwan dalam keterangannya, Selasa (12/2/2020).
Apalagi, menurut dia, jejaring ISIS masih banyak di Indonesia. Dia juga mengingatkan dampak politik yang akan timbul dari sikap pemerintah yang tak mau memulangkan WNI Eks ISIS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sel-sel tidurnya masih banyak," tambahnya.
Meski demikian, dia mengaku keputusan pemerintah tak memberi ruang eks teroris ini sudah tepat. Hanya, lanjut Ridlwan, pemerintah harus mewaspadai kelompok tersebut, termasuk pintu masuk imigrasi.
"Keputusan itu sudah tepat. Sebab, Indonesia belum siap jika harus memulangkan eks ISIS, sangat berbahaya. Waspadai pintu-pintu masuk imigrasi kita. Terutama jalan-jalan tikus, karena kalau bisa merembes masuk tanpa diketahui, akan sangat berbahaya," ujarnya.
![]() |
Dia juga menyebut ada kemungkinan kebijakan ini memicu class action terhadap pemerintah dengan dasar mengabaikan HAM.
"Gugatan itu bisa saja muncul dari pihak keluarganya di Indonesia," paparnya.
Sebelumnya, keputusan ini diambil dalam rapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud dan pejabat terkait menghadiri rapat intern tersebut.
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris. Tidak akan memulangkan FTF (foreign terrorist fighter) ke Indonesia," ucap Mahfud.
Wacana pemulangan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS muncul setelah organisasi teroris itu tumbang. Para pengamat terorisme mendukung sikap Presiden Jokowi menolak kepulangan itu.