Duduk Perkara Wacana Pemulangan Eks ISIS

Round-Up

Duduk Perkara Wacana Pemulangan Eks ISIS

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 08 Feb 2020 08:41 WIB
Pengadilan Jerman Perintahkan: Temukan dan Bawa Pulang Anak-Anak ISIS
Foto ilustrasi warga eks ISIS (Getty Images/AFP/D. Souleiman)
Jakarta -

Belakangan, isu pemulangan warga negara Indonesia (WNI) mantan kelompok teroris ISIS mengemuka. Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga pemerhati HAM membicarakannya, pro dan kontra muncul. Begini duduk perkara wacana pemulangan eks ISIS.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius menjelaskan perihal awal mula isu pemulangan WNI eks ISIS ini. Semuanya berawal dari pertukaran informasi intelijen internasional. Suhardi mengaku mendapatkan kabar ada puluhan ribu Petempur Teroris Asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF) di tiga kamp di Suriah. Dari ribuan FTF tersebut BNPT mendapatkan informasi bahwa ada yang mengaku WNI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah di situlah forum, kami diinformasikan melalui saluran-saluran itu, bahwa ada sekain puluh ribu lo di tiga camp di Syria (Suriah) itu yang ada fighters dengan keluarganya, dan mayoritas perempuan dan anak-anak. Sekarang diinformasikan ada yang mengaku sebagai WNI, kita juga nggak tahu nih. Makanya saya denger ada beberapa jurnalis 'Pak itu orang Indonesia' kamu yakin? Ada buktinya? Nggak bisa juga itu temen-temen," ujar Suhardi saat jumpa pers di Gedung Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (7/2).

Karena BNPT tak mempunyai akses masuk langsung ke kamp-kamp eks ISIS itu, maka BNPT mengandalkan bantuan intelijen Timur Tengah. Diketahui informasi, dari puluhan ribu FTF ternyata ada 600-an orang yang mengaku WNI eks ISIS di tiga camp yaitu Al Roj, Al Hol, dan Ainisa. Hingga kini BNPT masih memverifikasi 600 orang yang mengaku WNI tersebut.

ADVERTISEMENT

Yang menjadi perkara krusial di isu ini adalah tidak semua WNI eks ISIS itu adalah petempur sungguhan. Banyak di antara mereka yang sama sekali bukan petempur, melainkan anak-anak kecil.

"Jadi, sekarang ya di sana juga demikian perempuan dan anak, walaupun yang 600 lebih itu kami dapatkan adalah mayoritas perempuan dan anak-anak. Tapi kan mereka sudah punya pengalaman semacam itu. Nah, ini perlu jadi pemikiran kita semua," ujar Suhardi

Dengan duduk perkara seperti ini, maka persoalannya menjadi tidak sesederhana menolak atau menerima WNI eks ISIS. Ini diungkapkan Guru besar Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana. Jika merujuk pada UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, anak-anak eks ISIS juga kehilangan kewarganegaraannya. Hal ini karena UU tersebut menganut asas ius sanguinis.

Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran. Kendati demikian, bisa jadi anak-anak eks ISIS ini tidak kehilangan kewarganegaraannya karena belum menentukan sebelum usia 18 tahun. Namun ada persoalan kompleks.

"Jadi untuk anak-anak ini agak kompleks. Bisa jadi mereka tidak hilang kewarganegaraannya. Tapi kalau mereka masih WNI kan ini bisa terpisah dengan orang tuanya. Belum lagi, meski masih anak-anak, tapi sudah didoktrin keyakinan ISIS," tutur Hikmahanto saat dihubungi detikcom.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan dirinya cenderung enggan memulangkan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS yang ada di Suriah. Mahfud menilai WNI yang telah memutuskan berjuang bersama kelompok radikal ISIS akan membawa bahaya jika dipulangkan.

Namun soal awal mula kemunculan isu pemulangan ISIS, Mahfud menaruh curiga. Dia menilai ada usaha pengalihan isu di balik pro-kontra ini. Dia tidak sepakat dengan istilah 'pemulangan', karena keputusan untuk 'memulangkan' tidak diambil sejauh ini.

"Saya merasa pemberitaan tentang pemulangan eks ISIS ini bagian dari pengalihan isu. Karena sejak bulan lalu tanggal 17 pemerintah sudah mengumumkan dan Anda semua muat bahwa eks ISIS, anggota WNI yang eks ISIS itu sekarang sedang dibicarakan, tidak ada wacana untuk memulangkan," kata Mahfud Md kepada wartawan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (7/2).

Mahfud menyampaikan yang dibahas pemerintah terkait WNI yang telah bergabung dengan kelompok militan ISIS ialah menentukan secara resmi nasib mereka. Mahfud menuturkan tak ada bahasan soal keputusan memulangkan para FTF.

"Gimana itu? Itu contoh-contoh kalau dugaan saya benar (ada pengalihan isu), contoh dari pers itu jati dirinya diganggu oleh upaya upaya pengalihan isu. Jati dirinya yang memberitakan kebenaran sportivitas, diganggu oleh pengalihan isu," ujar Mahfud dalam suasana Hari Pers Nasional 2020.

Halaman 2 dari 2
(dnu/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads