Hal serupa diungkapkan warga Seko lainnya, Solle. Pria 70 tahun itu bahkan tak mampu menahan rasa harunya saat mengungkapkan penderitaannya dulu ketika menuju Kota Masamba.
"Seko itu miskin, tapi bukan miskin karena tidak ada sumber daya alamnya, tapi miskin karena akses jalan. Dulu kita ini orang Seko menderita di jalanan, karena biasa bisa sampai 4 malam di hutan," kata Solle.
Solle yang merupakan pensiunan PNS saat itu memang kerap melakukan perjalanan Seko-Sabbang-Masamba untuk mengurus berbagai administrasi kantor hingga belanja kebutuhan. Saat jalur belum terbuka, dia kerap menginap di tengah hutan belantara dengan beralaskan tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sepanjang jalan yang dilalui berhari-hari itu tidak ada warung. Kalau mau menginap di hutan belantara itu kita sama pengojek yang kita sewa bikin pondok darurat saja untuk ditempati tidur. Itu pondok-pondokan atapnya kita buat pakai terpal saja, sifatnya darurat, terus tidur mi di tanah, dingin sekali," paparnya.
Jalur yang terbuka dan digunakan fungsional ini baru dinikmati warga sekitar 3 bulan ke belakang. Meluapkan rasa syukur atas terbukanya jalur Sabbang-Seko, warga bahkan memotong 3 kerbau saat Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah merayakan malam tahun baru 2020 di Seko.
"Ini kita bersyukur sekali, 3 kerbau kita potong untuk Bapak Gubernur dan rombongan di acara tahun baru," ujar Imah, salah seorang ibu yang tengah memasak untuk rombongan Nurdin di Seko.
(nvl/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini