Selain pengalihan anggaran itu tidak sesuai dengan perencanaan pemda, Raymundus menyebut Kabupaten TTU kekurangan tenaga pendidik. Gaji bagi para guru di sana juga menurutnya sangat tidak layak.
"Ini kan kita di TTU ini pendidikan kita kurang guru. Untuk SD dan SMP itu 1712 orang dan honor komite yang diberikan kepada mereka itu hanya Rp 150 ribu per bulan, sangat kecil. Bayangkan, bisa dipakai untuk beli beras nggak? Sehingga pemerintah daerah mengangkat mereka karena kekurangan guru ini, mengangkat menjadi tenaga kontrak dengan membayar mereka sesuai dengan UMR. Dan itu ditolak oleh DPRD dan alihkan itu semua ke infrastruktur di PU," beber dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan saya bilang pendidikan ini, kalau guru tidak diperhatikan, kita mau output-nya seperti apa? Itu yang terjadi. Kemudian kan TTU ini kan awalnya angka kemiskinan tinggi, angka kemiskinan 65 persen. Jadi pemerintah dalam 2 periode saya ini sekarang dalam posisi 20,31 persen kita ingin untuk mengganti. Makanya kita membantu bantuan stimulan untuk rumah layak huni bagi KK miskin. KK miskin kita ini kan ada 38 ribu lebih dan ini yang kita inginkan untuk setiap tahun itu kita sekitar 8.000 KK miskin kita bantu untuk membangun rumah layak huni," imbuhnya.
Raymundus Sau Fernandes menegaskan pengalihan anggaran ke Dinas PU tidak ada dalam perencanaan pemerintah. Mereka menolak pengalihan anggaran juga demi menghindari mafia anggaran.
"Pengalihan anggaran oleh Banggar DPRD ke Dinas PU itu hanya dalam bentuk glondongan dan itu tidak ada dalam perencanaan pemerintah daerah dan akan menyulitkan pemerintah daerah dalam melaksanakan oleh karena pemda menolak pengalihan anggaran ini untuk menghindari mafia anggaran," tegas Raymundus.
(gbr/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini