"Tidak seriusnya DPR terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu sebenarnya menunjukkan watak anggota DPR itu seperti apa. Watak anggota DPR yang menoleransi kekerasan seksual, tidak menganggap kekerasan seksual itu sesuatu yang penting, tidak menghargai perempuan sebagai manusia dan melihat perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam konteks kehidupan manusia," kata Dinda di Sekretariat Nasional KPA, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (22/9/2019).
Dia menyebut urgensi disahkannya RUU P-KS karena kasus kekerasan seksual disebutnya masih marak terjadi. Dia menilai DPR tidak mengutamakan wanita karena belum disahkannya RUU P-KS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia lalu menyoroti DPR yang mengedepankan pengesahan RUU lain yang dinilai pro investasi. Dia sudah berkomunikasi dengan Kementerian PPPA untuk mendorong disahkannya RUU P-KS. Dikhawatirkan jika RUU P-KS belum juga disahkan, kasus kekerasan seksual semakin meningkat.
"Ada banyak kekerasan seksual yang tidak bisa diatasi. Memang kita punya misalnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tapi bagaimana kemudian kekerasan seksual dilakukan di rumah tangga?" ujarnya.
Diketahui, RUU P-KS hingga saat ini masih menjadi pembahasan di DPR. Wakil Ketua Komisi VIII dari F-PKB Marwan Dasopang mengatakan penyelesaian RUU P-KS masih menunggu RUU KUHP. Sebab, ada aturan-aturan di mana RUU P-KS menginduk pada RUU KUHP, khususnya tentang pemidanaan pemerkosaan, pencabulan, dan perzinaan.
Sedangkan untuk RUU KUHP, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan yang sebelumnya direncanakan pada 24 September mendatang. Hal itu karena Jokowi meminta masukan dari berbagai kalangan didengarkan. (yld/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini