"Sriwijaya ini kan kerajaan fiktif. Itu kan bajak laut yang berpangkalan di Koromandel," kata Ridwan dalam video yang diunggah akun YouTube 'Macan Idealis', dipandu Vasco Ruseimy, diunggah di YouTube pada 23 Agustus 2019.
Ahli kemudian mempertanyakan kata-kata Ridwan. "Buktinya apa kalau Sriwijaya itu bajak laut? Nah, itu perlu dibuktikanm" kata arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwati, kepada detikcom, Kamis (29/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemungkinan itu bajak laut, perompak memang pada masa itu direkrut oleh Kerajaan Sriwijaya. Bukan untuk mengamankan kerajaannya, tapi untuk mengamankan pelayarannya. Dan itu nggak usah jauh-jauh. Kesultanan juga begitu. Hampir semua negara-negara begitu, yang merekrut bajak laut," tutur Retno.
Budayawan Sumatera Selatan, Erwan Suryanegara, juga menepis Ridwan. Sriwijaya bukanlah bajak laut, melainkan bajak laut justru marak usai Sriwijaya runtuh. Kisah ini berlatar perairan Selat Malaka selepas Abad XIV.
"Ini kita bicara hasil penelitian lapangan ya, di mana sebenarnya bajak laut itu disebut saat Cheng Ho datang ke Nusantara. Dia datang sesuai perintah untuk menumpas bajak laut dan saat itu Sriwijaya sudah runtuh," kata Erwan kepada detikcom secara terpisah.
Dari kacamata Erwan, Ridwan telah keliru mengidentifikasi kondisi Nusantara Abad Pertengahan itu. Sriwijaya ada justru untuk menjaga jalur niaga dari gangguan bajak laut.
"Artinya, konten dan isi yang disampaikan semua hoax," kata dia.
Ridwan sendiri sudah menjelaskan, pernyataannya berdasarkan referensi yang baik. Dia telah membaca buku 'The Timetables of History' karangan Bernard Grun, seorang musisi yang mengenyam pendidikan hukum serta filsafat. Ada pula karya dari Abad I Masehi yakni karya Josephus berjudul 'Historica' dan Claudius Ptolemaeus berjudul 'Geographia'. Sriwijaya sendiri ada mulai Abad VII.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini