"Jangan main instan. Tiga puluh tahun saya melakukan penelitian. Buku yang saya baca misalnya 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events oleh Bernard Grun'. Lalu saya baca juga buku oleh Josephus yang berjudul 'Historica'. Saya baca juga buku karya Claudius Ptolemaeus yang berjudul 'Geographia', itu ditulis tahun 161," kata Ridwan Saidi saat dihubungi detikcom, Rabu (29/8/2019).
Dikutip dari laman Goodreads, 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events' karya Bernard Grun' adalah karya yang menerangkan kronologi tujuh ribu tahun momen penting dalam sejarah, agama, sains, dan seni dalam format yang dirancang untuk referensi cepat. Buku ini pertama kali terbit pada 1946.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Josephus, yang disebut Ridwan menerbitkan karya pada abad ke-1 Masehi, tentu hidup enam abad sebelum Sriwijaya berdiri. Josephus merupakan seorang sejarawan Yahudi.
Adapun Claudius Ptolemaeus, yang disebut Ridwan juga sama, hidup di abad ke-1 Masehi, jauh sebelum Sriwijaya berdiri. Sebagaimana yang tertulis di laman Asosiasi Riset Roman Roads, Claudius merupakan orang Romawi keturunan Makedonia yang bekerja di Alexandria Mesir pada kuartal kedua abad pertama Masehi. Dia menulis sejumlah risalah, dari soal filsafat hingga geografi.
Kembali ke penjelasan Saidi. Saidi juga menegaskan semua buku tersebut sudah ia baca. Semuanya dia koleksi dan menurutnya buku-buku tersebut tidak gampang diperoleh.
Selain itu, Saidi menjelaskan, untuk mengetahui sebuah sejarah, tidak boleh lepas dari sejarah induk selanjutnya. Dia menganalogikannya ketika orang mempelajari sejarah Jawa, tidak boleh lepas dari sejarah Indonesia.
"Kalau you misal mempelajari sejarah Sidoarjo, tidak boleh lepas dari Jatim. Kalau mau mempelajari sejarah Jatim, tidak boleh lepas dari sejarah Jawa. Kalau mempelajari Jawa, tidak boleh lepas dari Indonesia. Mempelajari sejarah Indonesia, tidak boleh lepas dari sejarah Asia dan seterusnya," ujarnya.
"Jadi kita harus masuk dari sejarah dunia dulu. Itu namanya metode induktif," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam sebuah video berdurasi 15 menit, Ridwan Saidi menyebut Kerajaan Sriwijaya itu fiktif. Selain itu, dia menyebut Sriwijaya itu bajak laut. Jawaban itu dia sampaikan dalam wawancara dengan Vasco Ruseimy.
"Sriwijaya ini kan kerajaan fiktif. Itu kan bajak laut yang berpangkalan di Koromandel," ujarnya.
"Tapi kan ada bukti-bukti sejarahnya?" tanya Vasco.
"Tidak ada. Semuanya dongeng. Nggak ada jejaknya. Jadi kirim pasukan Palembang. Bukan Sriwijaya. Itu waktu sudah kesultanan Palembang. Digebahlah Patih Terengganu ini," jawab Saidi tegas.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini