Sebut Sriwijaya Fiktif dan Bajak Laut, Ini Referensi Ridwan Saidi

Sebut Sriwijaya Fiktif dan Bajak Laut, Ini Referensi Ridwan Saidi

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Kamis, 29 Agu 2019 16:37 WIB
Ridwan Saidi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Budayawan Ridwan Saidi melontarkan pernyataan kontroversial soal Kerajaan Sriwijaya. Dia menyebut Sriwijaya bukanlah kerajaan, melainkan bajak laut. Menurutnya, pernyataan tersebut didasari hasil penelitiannya dan hasil membaca beberapa buku.

"Jangan main instan. Tiga puluh tahun saya melakukan penelitian. Buku yang saya baca misalnya 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events oleh Bernard Grun'. Lalu saya baca juga buku oleh Josephus yang berjudul 'Historica'. Saya baca juga buku karya Claudius Ptolemaeus yang berjudul 'Geographia', itu ditulis tahun 161," kata Ridwan Saidi saat dihubungi detikcom, Rabu (29/8/2019).


Dikutip dari laman Goodreads, 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events' karya Bernard Grun' adalah karya yang menerangkan kronologi tujuh ribu tahun momen penting dalam sejarah, agama, sains, dan seni dalam format yang dirancang untuk referensi cepat. Buku ini pertama kali terbit pada 1946.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bernard Grun sendiri adalah ahli musik. Dia lahir di bagian Ceko dari kerajaan Austro-Hungaria lama serta pernah mengenyam pendidikan hukum dan filsafat di universitas-universitas Praha dan Wina. Saat itu ia telah menetap di London selama beberapa dekade. Grun hampir sama terkenalnya dengan seorang sejarawan yang memiliki bakat ensiklopedis--punya pengetahuan luas tentang pelbagai hal.


Sementara itu, Josephus, yang disebut Ridwan menerbitkan karya pada abad ke-1 Masehi, tentu hidup enam abad sebelum Sriwijaya berdiri. Josephus merupakan seorang sejarawan Yahudi.


Adapun Claudius Ptolemaeus, yang disebut Ridwan juga sama, hidup di abad ke-1 Masehi, jauh sebelum Sriwijaya berdiri. Sebagaimana yang tertulis di laman Asosiasi Riset Roman Roads, Claudius merupakan orang Romawi keturunan Makedonia yang bekerja di Alexandria Mesir pada kuartal kedua abad pertama Masehi. Dia menulis sejumlah risalah, dari soal filsafat hingga geografi.


Kembali ke penjelasan Saidi. Saidi juga menegaskan semua buku tersebut sudah ia baca. Semuanya dia koleksi dan menurutnya buku-buku tersebut tidak gampang diperoleh.

Selain itu, Saidi menjelaskan, untuk mengetahui sebuah sejarah, tidak boleh lepas dari sejarah induk selanjutnya. Dia menganalogikannya ketika orang mempelajari sejarah Jawa, tidak boleh lepas dari sejarah Indonesia.

"Kalau you misal mempelajari sejarah Sidoarjo, tidak boleh lepas dari Jatim. Kalau mau mempelajari sejarah Jatim, tidak boleh lepas dari sejarah Jawa. Kalau mempelajari Jawa, tidak boleh lepas dari Indonesia. Mempelajari sejarah Indonesia, tidak boleh lepas dari sejarah Asia dan seterusnya," ujarnya.

"Jadi kita harus masuk dari sejarah dunia dulu. Itu namanya metode induktif," imbuhnya.


Sebelumnya, dalam sebuah video berdurasi 15 menit, Ridwan Saidi menyebut Kerajaan Sriwijaya itu fiktif. Selain itu, dia menyebut Sriwijaya itu bajak laut. Jawaban itu dia sampaikan dalam wawancara dengan Vasco Ruseimy.

"Sriwijaya ini kan kerajaan fiktif. Itu kan bajak laut yang berpangkalan di Koromandel," ujarnya.

"Tapi kan ada bukti-bukti sejarahnya?" tanya Vasco.

"Tidak ada. Semuanya dongeng. Nggak ada jejaknya. Jadi kirim pasukan Palembang. Bukan Sriwijaya. Itu waktu sudah kesultanan Palembang. Digebahlah Patih Terengganu ini," jawab Saidi tegas.
Halaman 2 dari 2
(dnu/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads