"Kalau lihat cara menjawab bapak lebih cocok melamar Jaksa Agung dari pimpinan KPK? Gimana Pak komentar menanggapi ini?" ujar Luhut pada Supardi saat wawancara dan uji publik di gedung Kemensetneg, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
Supardi kemudian menjawab dengan menyebut momen ikut seleksi capim KPK adalah sarana untuk dia mewujudkan mimpi. Perkara nantinya menjadi apa, Supardi menyerahkan hal itu kepada Tuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut kemudian menjelaskan alasannya menilai Supardi lebih cocok jadi Jaksa Agung daripada pimpinan KPK. Salah satunya adalah Supardi dianggap telah berpengalaman di Kejaksaan setelah menjadi Direktur Penuntutan selama lebih dari 10 tahun. Apa kata Supardi?
Supardi kemudian kembali bertanya, siapa yang mau mengangkat dia menjadi Jaksa Agung. Dia menyebut saat ini ada momen menjadi Pimpinan KPK agar bisa memperkuat trigger mechanism.
"Kira-kira siapa yang angkat saya jadi Jaksa Agung? Ini ada momen gini, saya mulai dulu saya bisa trigger melalui KPK. KPK ini lembaga yang dipercaya masyarakat, bahkan dunia internasional mengakui. Setidaknya, dengan manfaatkan ini untuk bangun KPK, tapi secara tak langsung bisa dengan fungsi KPK bisa memberi kekuatan ke aparat lain," tuturnya.
Supardi menjelaskan, trigger yang dimaksud salah satunya menyarankan penambahan anggaran penanganan perkara korupsi di kejaksaan dan kepolisian. Tujuannya, agar kejaksaan dan kepolisian bisa bekerja bersama-sama lebih efektif dengan KPK dalam memberantas korupsi.
"Perkuat posisi mereka dan cegah mereka tidak alami kesulitan sehingga proses berantas korupsi bisa bareng-bareng, bisa jalan semua. Jalan dengan sarana cukup dan KPK bisa jalan melakukan penindakan di perkara lain, sedangkan perkembangan lain bisa ke kepolisian dan kejaksaan," tuturnya.
Selain itu, Supardi mengatakan ada beberapa hal dari segi penindakan yang harus dibenahi KPK. Salah satunya, dia menyebutkan KPK terlalu banyak melakukan OTT.
"Dalam konteks penindakan menurut saya KPK harus ubah pola. Karena OTT menurut saya, ketika bicara OTT, aset recovery hasil dari kejahatan itu lebih kecil. Jangan hanya berkutat di persoalan OTT. Ubah pola, case building, pasal 2, pasal 3, aset-aset besar perlu dipikirkan," ujar Supardi.
Halaman 2 dari 2











































