"Jadi surat presiden itu bukan pengajuan RUU (rancangan undang-undang). Itu hanya kajian dan itu bentuknya power point, 157 halaman," kata Fahri setelah rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Baca juga: Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Kantor KPK? |
Fahri mengkritik redaksional dalam kajian tersebut. Dia menilai kajian pemindahan ibu kota itu seperti buatan pengembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri menyebut kajian pemindahan ibu kota seharusnya dibuat lebih komprehensif. Pemerintah, dia mengatakan harus meminta pendapat sejarawan dan orang-orang yang memang ahli di bidangnya.
"Harusnya itu dimulai dari sejarawan dulu ngomong, di DPR itu didalami, bikin simposium dulu, kajian, panggil sejarawan, panggil founding fathers kita," jelasnya.
"Orang kata Emil Salim aja, orang tua udah ikut tegur begitu, ya harusnya hati-hati gitu loh," imbuh Fahri.
Inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) itu menuding para pembantu Jokowi menganggap remeh pemindahan ibu kota. Dia kemudian menyinggung soal rencana Jokowi membuat mobil nasional.
"Jadi saya mohon maaf, banyak pembisik presiden itu menganggap remeh persoalan ini. Sama kayak beliau dibisikin, 'Pak bikin mobil nasional gampang, Pak. Esemka umumkan, Pak. Bapak pecahkan priuk tuh di atasnya pakai bunga besok jadi'. Nggak jadi (bikin mobil nasional)," sindir Fahri.
Diberitakan sebelumnya, Jokowi mengirimkan surat beserta kajian pemindahan ibu kota ke DPR kemarin. Dalam surat tersebut, Jokowi menyatakan bahwa lokasi ibu kota baru paling ideal di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Mempertimbangkan berbagai aspek sebagaimana hasil kajian terlampir, ibu kota baru yang paling ideal adalah di Provinsi Kalimantan Timur, yang terletak sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, dan sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara," demikian petikan surat Jokowi, seperti dilihat detikcom, Senin (26/8).
Ibu Kota Pindah, Pembangunan di Jakarta Tetap Berjalan:
(zak/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini