"Amar putusan mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi termohon, pihak terkiat satu dan pihak terkait dua. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan amar putusan PHPU dalam sidang di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Gugatan ini terdaftar dalam nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 PHP Umum DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam gugatannya, Farouk menyebut Evi telah melakukan pengeditan foto yang digunakan dalam surat suara dan alat peraga kampanye.
Farouk menyebut editan foto 'kelewat cantik' itu dianggap menyalahi prinsip kejujuran dalam pemilu. Selain itu, disebutkan foto yang dipakai Evi membuatnya mendapat suara terbanyak di NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat bahwa dalil pelanggaran yang ajukan Farouk merupakan pelanggaran administratif yang dilaporkan kepada Bawaslu. Namun Bawaslu disebut tidak menerima adanya laporan pelanggaran.
"Mahkamah berpendapat merupakan pelanggaran administrastif yang seharusnya dilaporkan ke Bawaslu. Tetapi tidak ada masukan laporan di Bawaslu," kata hakim MK Suhartoyo dalam membacakan pertimbangan.
Mahkamah menyebut Bawaslu baru menerima laporan dugaan pelanggaran setelah hasil perolehan suara dikeluarkan. Tak hanya itu, terbukti sebelumnya, seluruh pihak atau peserta pemilu tidak mempermasalahkan foto yang digunakan. Hal ini dibuktikan dengan adanya paraf masing-masing pihak saat melakukan pengecekan contoh surat suara sebelum pencetakan.
"Dugaan pelanggaran baru dilaporkan setelah adanya hasil pemungutan suara untuk Provinsi NTB. Padahal sebelumnya, seluruh calon suah diberi tahu untuk mengetahui spesimen surat suara dan tidak ada keberatan. Hal ini juga sudah disetujui seluruh pihak dengan dibuktikan adanya paraf masing-masing," kata Suhartoyo.
Mahkamah juga menyebut pengeditan foto dan penggunaan logo DPD yang digunakan Evi tidak berpengaruh pada perolehan hasil suara. Hal ini disebut karena pemilih memiliki preferensi tersendiri dalam memilih calon.
"Akan sangat sulit menilai relevansi dan mengukur pengaruh dari foto seorang calon anggota DPD yang termuat di dalam kertas suara, dengan tingkat keterpilihan ataupun keterpilihan calon tersebut. Sebab, setiap pemilih memiliki preferensi untuk menggunakan hak suaranya sekaligus memiliki kerahasiaan atas pilihannya masing-masing," tuturnya.
Tonton Video Caleg DPD Digugat 'Kelewat Cantik', Pengacara Pukul Hakim:
(dwia/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini