"Sebenarnya belum bisa menjawab apakah PDIP mencatat sejarah kemenangan di tahun 2024. Berbagai instrumen yang harus dicermati oleh PDIP," ujar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat diskusi 'Akankan PDIP kembali Mencatatkan Sejarah Kemenangan di Tahun 2024' di kantor DPP PDIP, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/8/2019).
Hasto mengatakan PDIP akan mendengarkan masukan dari berbagai pihak. Menurutnya, tanggapan dari pengamat politik, dari kader di daerah, serta dari media akan menentukan arah partai ke depan.
Baca juga: Di Balik Menguatnya Wacana Ketua Harian PDIP |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Jokowi menyimpulkan bahwa PDIP bisa survive karena yang pertama adalah ideologi itu sendiri. Kami bergerak dengan ideologi dan membangun kepentingan-kepentingan partai," lanjutnya.
"Yang kedua, kekuatan gorong-royong yang dimiliki partai, sehingga tidak punya kabinet selama dua periode pun PDIP bisa survive," ucapnya.
Selanjutnya, untuk Pemilu 2024, Hasto mengatakan akan melakukan persiapan. Hal itu akan dibahas pada kongres PDIP pada 8-11 Agustus mendatang.
"Untuk 2024, akan kami persiapkan dengan sebaik-baiknya dan rakyat yang akan menentukan. Dan proses terus membangun organisasi jauh lebih penting dari pada popularitas perorangan, itu yang dilakukan oleh PDIP," kata Hasto.
"Jadi jawabannya (menang atau tidak di 2024) tunggu hasil kongres," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi mengatakan ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan PDIP untuk mempertahankan kemenangan partai pada 2024. Ada tiga hal yang menjadi pokok perhatian yang harus dilakukan.
"Bagaimana potensi untuk mencetak hattrick? Ada dua tantangan yang harus jadi bahan diskusi di kongres," kata Burhan.
Menurutnya, PDIP disarankan mencari pengganti sosok Jokowi di partai. Menurutnya, ketokohan Jokowi sangat mempengaruhi suara PIDP.
"Di 2024, Jokowi sebagai kader utama PDIP tidak bisa maju lagi. Saat yang sama, PDIP punya mimpi cetak kemenangan tiga kali berturut-turut," lanjutnya.
Burhan juga mengingatkan, di Indonesia, tak ada sebuah parpol yang terus dominan. Data empiris ini jadi tantangan PDIP.
"Kedua, kalau kita lihat data empiris yang terjadi adalah proses mediokerisasi partai politik, apa itu? Lama-kelamaan tidak ada partai yang sangat dominan," kata Burhan.
Selanjutnya, PDIP disarankan mencari caleg yang populer di kalangan masyarakat. Menurutnya, ketokohan partai mampu mempengaruhi perolehan suara hingga 60 persen. Dia mengatakan PDIP sudah berupaya mempopulerkan beberapa nama caleg di Pemilu 2019.
"Tantangan ketiga, implikasi dari yang pertama politik elektoral di Pileg makin lama makin personalitisasi, 3 pemilu terakhir pemilih yang mencoblos caleg atau partai plus caleg itu kurang-lebih kisarannya 69-70 persen. Hanya 29-30 persen yang mencoblos partai," kata dia.
Tonton Video Mega Undang Prabowo Datang ke Kongres PDIP:
(lir/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini