"Pasal 14 UU 1945 setelah perubahan sudah clear, yaitu Presiden berwenang memberikan amnesti dan abolisi dengan meminta pertimbangan DPR," kata ahli hukum tata negara, Feri Amsari, kepada detikcom, Selasa (8/7/2019).
Baca juga: Perjuangan Baiq Nuril Mencari Ampun Jokowi |
Menurut Feri, hak itu melekat kepada presiden sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Meski dalam kasus sebelum-sebelumnya hak itu kebanyakan dipakai untuk kasus politik, tapi tidak ada larangan tegas di UU untuk dipakai di luar kasus politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengapa kepala negara memiliki hak istimewa ini? Sebab, sebagai kepala negara, ia berwenang mengambil keputusan secara subjektif yang dinilai perlu untuk kepentingan negara. Langkah ini bukanlah untuk mencampuri kewenangan yudikatif, tetapi menjaga kepentingan yang lebih besar, yaitu kehidupan bernegara.
"Tujuan kewenangan itu adalah melupakan adanya kealpaan kasus itu," kata Feri menegaskan.
Baca juga: Baiq Nuril: Saya Ingin Mencari Keadilan |
Dalam kasus Baiq Nuril, menurut Feri, dalam teori hukum dikenal tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Namun, ketika terjadi perbenturan ketiganya, yang harus diambil adalah keadilan.
![]() |
"Dan itulah yang sedang kita bangun. Sekarang ada orang menjadi korban, sekarang menjadi terpidana," pungkas Feri.
Sebagaimana diketahui, Baiq Nuril mengalami pelecehan seksual oleh atasannya yang juga kepala sekolah, Haji Muslim. Untuk membela diri, ia merekam telepon mesum atasannya. Belakangan, MA menyatakan Baiq Nuril bersalah karena melakukan perekaman ilegal dan menyebarkan. Atas hal itu, MA menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Simak Video "Komnas Perempuan Desak Jokowi Beri Amnesti untuk Baiq Nuril"
(asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini