Salah satu buktinya adalah, penghilangan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, sehingga menjadi sila pertama Pancasila seperti yang dikenal sekarang ini. Dulu, sila pertama itu berbunyi, 'Ketuhanan dengan Melaksanakan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya'.
"Perwakilan dari masyarakat Indonesia Timur berkeberatan terhadap sila tersebut, karena dianggap tidak mengakomodir kepentingan umat Nasrani. Beruntung aspirasi itu didengar oleh anggota BPUPKI. Mereka berembug, dan akhirnya mengubah sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa", kata Mangindaan, dalam keterangannya, Kamis (4/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua pihak sadar, perjuangan yang sudah memakan banyak korban itu didasari keinginan mendirikan bangsa yang berdaulat. Karena itu, dari pada negara Indonesia yang dicita-citakan terpecah belah, mereka pun sadar dan menerima aspirasi masyarakat Indonesia Timur.
"Tidak ada alasan bagi kita mengubah Pancasila. Pancasila sebagai ideologi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia sudah final, tidak boleh diganti," kata Mangindaan.
Pada kesempatan itu, Mangindaan mengajak masyarakat Minahasa untuk menyukseskan pemilu 17 April 2019. Dengan cara datang ke TPS dan menentukan pilihan. Setiap individu, kata Mangindaan, berhak menentukan pilihannya sendiri, tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
"Beda pilihan itu wajar, tidak perlu dipertentangkan. Yang penting, sebagai warga negara kita harus memberikan suara, untuk menentukan pimpinan kita lima tahun mendatang," tutupnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini