Awalnya Kepala Biro Teknis dan Humas KPU Nur Syarifah memberikan sosialisasi contoh surat suara hingga tata cara mencoblosnya. Arahan itu disampaikan Nur pada sekitar 200 penyandang disabilitas yang mengikuti kegiatan yang digelar KPU.
"Coblos bisa di nomor, bisa di gambar, tapi harus salah satu. Kalau dua-duanya, nanti tidak sah," ujar Nur dalam kegiatan yang digelar di Gedung Kementerian Sosial (Kemensos), Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapannya, kelompok ini tularkan informasi kepada saudara-saudari yang lain. Penting bagi kita untuk datang ke TPS," ucap Nur.
![]() |
Setelah pemaparan, para penyandang disabilitas itu mengikuti simulasi pemilu, dari mengambil surat suara, mencoblosnya, hingga memasukkannya ke kotak suara. Seorang di antaranya, yaitu Tyas Eta (22), tampak didampingi petugas. Tyas, yang merupakan penyandang tunanetra, mengaku kesulitan karena templat huruf Braille hanya ada di surat suara untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta DPD.
"Yang 2 surat suara (untuk DPR dan DPRD) yang nggak ada templat Braille-nya. Jadinya mau nggak mau saya mesti nanya sama petugasnya," ucap Tyas.
"Meskipun sudah dikasih tahu yang mana, tetap saja saya bingung lokasinya. Akhirnya saya tanya lagi, 'Ini nomor sekian ya?' Jadi sulit nggak bisa semua melakukan sendiri," imbuhnya.
Selain itu, Tyas merasa kertas suara terlalu lebar sehingga sulit dilipat ulang. Tyas menghabiskan waktu sekitar 8 menit berada di dalam bilik suara.
Selain urusan huruf Braille dan surat suara, Tyas mengeluhkan tentang cara memasukkan surat suara ke kotak suara. Sebab, tidak ada huruf Braille di kotak suara yang dapat membantunya sebagai tunanetra.
"Kotaknya nggak ada Braille-nya dan gitu saya juga nggak tahu di mana lokasi lubangnya," ujar Tyas.
Ikuti perkembangan terbaru Pemilu 2019 hanya di detikPemilu. Klik di sini
(dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini