Apipi (40), warga Tirtayasa, yang setiap hari menggunakan air Sungai Ciujung, mengaku rugi. Ia memanfaatkan sungai untuk mengairi lahan seluas 10 hektare sawah di desanya.
Selain untuk pengairan, ia memanfaatkan sungai untuk jasa pengairan lewat mesin diesel miliknya. Jasa tersebut ia gunakan untuk warga lain yang tidak memiliki mesin. Selain dirinya, ada delapan pemilik mesin pengairan untuk sawah di dua desa sepanjang aliran Sungai Ciujung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya punya kawasan pertanian ada 10 hektare. Kalau sungainya kena limbah begini, sudah seperti ngebuang uang," ujarnya kepada detikcom di Tirtayasa, Serang, Banten, Senin (30/7/2018).
Dua desa yang dirugikan akibat menghitamnya Sungai Ciujung, menurutnya, adalah Desa Tirtayasa dan Tengkurak. Dua desa ini rata-rata kebutuhan airnya dipenuhi dari Sungai Ciujung. Warga menggunakannya untuk mengairi sawah, tambak, bahkan untuk kebutuhan mencuci atau mandi.
Apipi mengatakan sudah sering merugi. Selain gagal panen, ada udang atau bandeng di tambak warga yang sering keracunan. Kejadian tersebut selalu berulang setiap tahun, khususnya saat musim kemarau.
"Tanduran padi saja bisa jadi puso," tegasnya.
Menghitamnya Sungai Ciujung terjadi sejak 2 bulan lalu setelah Lebaran. Air menghitam dan mengeluarkan bau busuk diduga akibat buangan limbah industri.
"Kayaknya ini kotoran pabrik. Biasanya kalau mau musim kemarau limbahnya nggak kebuang ke laut," kata warga bernama Syarief (40).
Menurutnya, warga di sepanjang Sungai Ciujung banyak yang dirugikan karena sungai dijadikan tempat membuang limbah. Setiap tahun, khususnya pada musim kemarau, limbah yang dibuang pihak industri di kawasan Cikande, Serang Timur, tak terbuang ke laut di pesisir utara Banten.
Tonton juga video: 'Sampah Memang Tak Ada, Tapi Sungai ini Tercemar Air Limbah'
(bri/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini