"Kami gunakan undang-undang yang baru, Nomor 5 Tahun 2018. Kalau dulu, ada perencana atau baru membuat (baru bisa ditindak). Tapi sekarang itu sudah bisa kita proses, cukup menjadi anggota jaringan terorisme bisa kami tahan 200 hari dan kami akan lakukan itu," terang Tito di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Senin (16/7/2018).
Dia mengatakan Polri telah menerapkan aturan tersebut untuk memproses hukum sekitar 50 orang yang ditangkap di Jakarta. Para terduga teroris ini ditangkap terkait jaringan terduga teroris yang ditangkap di Bendungan Hilir dan Kemayoran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito mengatakan peristiwa bom di Surabaya ini jadi pintu gerbang polisi untuk menangkapi terduga teroris. Dia mengatakan Polri akan menangkap orang yang terlibat aksi teror termasuk bagi mereka yang bersimpati kepada terorisme.
"Sehingga saya perintahkan agar untuk kasus bom Surabaya, siapapun yang terlibat, tangkap! Ideolog, inspirator, pelaku, pendukungnya, yang menyiapkan anggaran, menyembunyikan, menyiapkan bahan peledak, atau simpatisan yang terkait, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, maka ini yang bersimpati pun kepada mereka saat melakukan aksi itu, bagian dari kelompok mereka itu bisa kami pidana," ujar Tito.
Sebagaimana diketahui UU Antiterorisme disahkan DPR pada Jumat (25/5) lalu. UU itu disahkan setelah alot dibahas selama 2 tahun. Namun pada akhirnya DPR dan pemerintah secara bulat menyepakati keseluruhan isi RUU tersebut.
Di dalam UU ini memang ada beberapa hal baru yang dimasukkan. Selain jerat pidana bagi para simpatisan teroris, yang paling kentara ialah soal pelibatan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme. (jbr/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini