Sepanjang Maret 2018 ini, ada dua persoalan utama yang jadi sorotan. Pertama adalah soal lautan sampah di Teluk Jakarta, kawasan Muara Angke, Jakarta Utara. Sejak diberitakan media, jajaran Pemprov DKI Jakarta langsung bergerak melakukan pembersihan.
Gerak cepat dilakukan sejak Sabtu (17/3) lalu. Petugas gabungan terjun melakukan pembersihan. Masing-masing dari Sudin LH Kepulauan Seribu, Sudin LH Jakarta Utara, UPK Badan Air Jakarta Utara, dan PPSU Kecamatan Penjaringan. TNI pun kemudian ikut terlibat dalam aksi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sepanjang hari petugas berjibaku mengangkut sampah dengan tangan dan peralatan seadanya. Tak main-main, tebal sampah di lokasi ini mencapai hampir 3 meter! Alat berat seperti ekskavator amfibi long arm dan ekskavator spider pun diterjunkan untuk mengeruk dan mengangkut sampah.
Pengangkatan sampah ini cukup menantang karena sebagian besar diangkut lewat laut menggunakan kapal fiber. Sampah-sampah ini kemudian dimasukkan ke dalam truk untuk dibawa ke TPST Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.
Kerja keras petugas gabungan membuahkan hasil. Hingga hari keenam kemarin, Kamis (22/3) tercatat sudah 110 ton sampah yang diangkut. Ini sesuai perkiraan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sempat ikut terjun ke lokasi mengangkut sampah dengan tangan sambil menyemangati pasukannya.
![]() |
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Hardiman memperkirakan kawasan Teluk Jakarta di Muara Angke ini bisa bersih sepenuhnya dari sampah pekan ini. Hingga hari ini, dia masih terus memonitor pasukannya agar memastikan lokasi ini bersih.
Yusen berkata, tugas Dinas Lingkungan Hidup dalam kasus ini sebenarnya hanya melakukan pembersihan sampah. Namun meski demikian, langkah-langkah lanjutan akan dikerjakan bersama pihak-pihak terkait agar ke depan lokasi ini tetap bersih dari sampah.
"Tugas Dinas LH hanya melakukan pembersihan sampah. Setelah itu penanaman mangrove oleh Komunitas Hutan Mangrove Muara Angke bersama Dinas KPKP. Ke depan, Pemprov membuat jaring sampah dan yang paling penting melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah agar terjadi perubahan perilaku. Masyarakat tidak membuang sampah sembarangan terutama di kali atau sungai," ujar Yusen saat dihubungi detikcom, Jumat (23/3/2016) malam.
![]() |
Belum tuntas soal lautan sampah di Teluk Jakarta, Muara Angke, lautan busa di kali Kanal Banjir Timur (KBT), Marunda, Jakarta Utara, juga jadi sorotan. Pantauan detikcom di lokasi, busa ini bak salju memenuhi kali.
Saat dikonfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, mereka membantah busa ini merupakan limbah industri, melainkan limbah rumah tangga.
"Selama ini, sudah kondisi berpuluh tahun bahwa air limbah-limbah rumah tangga itu memang dilepas ke saluran yang akhirnya mengalir ke BKT itu. Nah kalau terakumulasi itu kan berarti memang yang ada di BKT itu pasti kandungan detergennya kan tinggi," ujar Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, kepada detikcom, Jumat (23/3).
Munculnya busa sebanyak itu di BKT Marunda menurut Andono karena di permukiman banyak masyarakat berbisnis. Misalnya saja bisnis cuci kendaraan yang pastinya menggunakan sabun atau detergen.
Baca juga: Potret Lautan Busa di Kali BKT Marunda |
"Ini bisa di-crosscheck ke kementerian atau dinas terkait bahwa detergen yang ada di kita ini adalah detergen yang keras. detergen keras itu adalah detergen yang buihnya banyak karena kandungan, namanya MBAS (Metilen Blue Active Surfactan) itu artinya dia membuat buihnya banyak. Tetapi ini untuk lingkungan sebetulnya kurang ramah. Hanya harganya lebih murah. Kita belum punya detergen yang ramah lingkungan, artinya yang kandungan MBAS-nya rendah. Standar industri kita masih boleh berbuih banyak," jelasnya panjang lebar.
![]() |
Masalah lainnya menurut Andono, Jakarta belum mengembangkan sewerage system atau sistem pengolahan limbah yang komprehensif. Saluran air di Jakarta masih menyatu dengan aliran air limbah. Berbeda dengan sejumlah negara lain di Asia seperti Jepang dan Singapura.
Menurut Andono, DKI Jakarta sejak 2012 sudah mengembangkan masterplan sistem pengelolaan air limbah domestik. Di masterplan itu sudah diputuskan di Jakarta akan ada pengolahan air limbah domestik sebanyak 15 zona. Soal progresnya, dia meminta hal ini ditanyakan ke Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.
"Jadi kalau itu terlaksana air yang dari rumah-rumah kita itu nggak akan masuk ke saluran umum, tapi masuk ke pipa yang akan diolah di 15 zona itu," ucapnya. Ini masih menjadi PR bagi Anies-Sandi untuk menuntaskannya. (hri/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini