Bunyi Sederet Pasal Kontroversial di UU MD3 yang Baru Direvisi

Bunyi Sederet Pasal Kontroversial di UU MD3 yang Baru Direvisi

Gibran Maulana Ibrahim - detikNews
Senin, 12 Feb 2018 20:15 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - DPR melalui rapat paripurna mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD). Di dalamnya, terdapat sejumlah pasal kontroversial. Berikut selengkapnya.

Peran Polri untuk Panggil Pihak untuk Hadir di DPR
Pasal 73 UU MD3 mengatur tentang pemanggilan pihak-pihak ke DPR. Dalam ayat 4 huruf b Pasal 73 UU MD3, Polri disebut wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa. Bahkan, di ayat 5, Polisi disebut berhak melakukan penahanan.


Pasal 73:
1. DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memanggil setiap orang secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR.
2. Setiap orang wajib memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah diapnggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4. Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; dan
c Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
5. Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf `b, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pengkritik DPR Bisa Dipidana
Pasal 122 huruf k tegas menyebut pengkritik DPR dapat dipidana. Dalam hal ini, adalah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diberi tugas untuk menjalankan wewenang UU MD3 itu.

Pasal 122:
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas:
a. melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran Kode Etik;
b. melakukan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan anggota DPR;
b. melakukan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan sistem pendukung DPR yang berkaitan dengan tugas dan wewenang anggota DPR;
c. melakukan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila, peraturan-perundang-undangan, dan Kode Etik;
d. melakukan penyelidikan perkara pelanggaran Kode Etik;
e. melakukan penyelidikan perkara pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan sistem pendukung DPR;
f. memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik;
g. memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik sistem pendukung DPR, terkecuali sistem pendukung Pegawai Negeri Sipil;
h. menyelenggarakan administrasi perkara pelanggaran Kode Etik;
i. melakukan peninjauan kembali terhadap putusan perkara pelanggaran Kode Etik;
j. mengevaluasi pelaksanaan putusan perkara pelanggaran Kode Etik;
k. mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR;
l. mengajukan rancangan peraturan DPR mengenai kode etik dan tata beracara Mahkamah Kehormatan Dewan kepada Pimpinan DPR dan Pimpinan DPR selanjutnya menugaskan kepada alat kelengkapan DPR yang bertugas menyusun peraturan DPR; dan
m. menyusun rencana kerja dan anggaran setiap tahun sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada badan/panitia yang menyelenggaraka urusan rumah tangga DPR.

Mekanisme Pemanggilan Anggota DPR oleh Penegak Hukum
Pasal 245 mengatur tentang mekanisme pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum. Semua anggota DPR, jika dipanggil penegak hukum, harus mendapat izin tertulis dari Presiden RI setelah sebelumnya mendapat pertimbangan dari MKD DPR. Aturan ini tak berlaku anda anggota DPR terjerat tindak pidana khusus. Selain itu, aturan ini sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.


Pasal 245:
1. Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
2. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

Penambahan 3 Pimpinan MPR
Penambahan 3 kursi pimpinan MPR diatur dalam Pasal 15 UU MD3. Disebutkan MPR dipimpin 1 orang ketua dan 7 wakilnya.

Pasal 15:
1. Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
2. Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
3. Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.
4. Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR.
5. Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
6. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
7. Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan MPR sementara MPR.
8. Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang berbeda.
9. Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.


Penambahan Pimpinan DPR menjadi 6
Dalam pasal 84 UU MD3, disepakati jumlah pimpinan DPR menjadi 6. Strukturnya terdiri dari 1 ketua DPR dan 5 wakil.

Pasal 84:
1. Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR.
2. Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
3. Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam rapat paripurna DPR.
4. Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan DPR.
5. Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
6. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan DPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR dalam rapat paripurna MPR.
7. Selama pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang DPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan DPR dipimpin oleh pimpinan sementara DPR.
8. Pimpinan sementara DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota DPR yang tertua dan termuda dari fraksi yang berbeda.
9. Pimpinan DPR ditetapkan dengan keputusan DPR.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPR diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.


Pimpinan DPD Jadi 4
Revisi UU MD3 juga menyepakati penambahan pimpinan bagi DPD dalam pasal 260. Setelah sebelumnya dipimpin 3 orang, dengan pertimbangan 3 wilayah Indonesia, yaitu Barat, Tengah dan Timur, DPD kini diisi satu pimpinan tambahan.

Pasal 260:
1. Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.
2. Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan sementara DPD.
3. Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1(satu) orang ketua sementara dan 1 (satu) orang wakil ketua sementara yang merupakan anggota tertua dan anggota termuda lainnya.
4. Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, sbagai penggantinya adalah anggota tertua dan/atau anggota termuda berikutnya.
5. Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan keputusan DPD.
6. Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads