"Untuk e-KTP ada beberapa pihak yang diperkaya, termasuk beberapa korporasi. Kami tentu akan cermati lebih lanjut ketika korporasi diperkaya, sejauh mana kegiatan akibat korporasi itu dari perbuatan melawan hukum oleh orang-orang tertentu," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2017).
Namun, KPK berkata harus benar-benar memilah mana yang merupakan tindakan korporasi dengan yang dilakukan personel korporasi. Sebab, untuk tindakan yang dilakukan personel korporasi, tentu yang harus ditindak adalah personel tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau terbuka kemungkinan menerapkan pidana korporasi, Febri menegaskan hingga kini KPK belum mengarah ke sana. KPK masih fokus untuk membuktikan 6 orang yang sudah ditetapkan, baik sebagai terdakwa (Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Setya Novanto), maupun tersangka (Markus Nari dan Anang Sugiana Sudihardjo) dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini.
"Namun sampai dengan saat ini kami masih fokus pada orang-orang yang diduga melakukan korupsi, baik sendiri sendiri ataupun bersama-sama. Baru 6 orang yang kita proses, nanti juga kita akan masuk pada pihak yang diduga mendapatkan aliran dana karena proses penanganan kasus e-KTP ini pasti tidak akan sebentar," tuturnya.
Dalam kasus ini terdapat beberapa nama perusahaan yang tersangkut dalam pengaturan proyek e-KTP. Di dakwaan Setya Novanto misalnya, terdapat 6 perusahaan yang disebutkan mendapat keuntungan, antara lain:
- Perum PNRI sejumlah Rp 107.710.849.102
- PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp 145.851.156.022
- PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra sejumlah Tp 148.863.947.122
- PT LEN Industri sejumlah Rp 3.415.470.749
- PT Sucofindo sejumlah Rp 8.231.289.362
- PT Quadra Solution sejumlah Rp 79.000.000.000 (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini