"Bagaimana KPK merekayasa, memutar percakapan yang diperdengarkan oleh KPK menyatakan kami akan memperdengarkan suara hakim Syarifuddin berbicara menyangkut permintaan uang. Namun, saksi di persidangan menyatakan setelah mendengar, bukan lagi 100 persen tapi 1.000 persen itu bukan suara hakim Syarifuddin," ujar Syarifuddin saat rapat dengar pendapat dengan Pansus Angket KPK di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Syarifuddin juga menunjukkan gambar di persidangan saat ia merasa KPK memutar rekayasa penyadapan tersebut. Ia menuding ada upaya kriminalisasi dari KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pansus Agun Gunandjar mengatakan sudah banyak laporan soal pelanggaran yang dilakukan KPK. Pansus akan mempertanyakan standar operasional prosedur mengenai penyadapan.
"Bahan-bahan yang orang tidak ngerti tentang penyadapan, kata-kata pengkalimatan yang diperoleh dari sebuah handphone, rekaman. Itu bisa diperdengarkan seolah-seolah hasil penyadapan," kata Agun.
"Padahal sadapan itu kan disadap, ini nggak dari HP. Kalau sadap pihak itu disadap, tapi kalau kasus tadi kan bukan sadapan itu diambil rekaman HP yang disita, ini kan kriminalisasi. Jadi OTT ini patut diduga bentuk kriminalisasi terhadap para penegak hukum," tambahnya.
Sebelumnya, Syarifuddin pernah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap Rp 250 juta lantaran menyetujui penjualan aset boedel pailit PT SCI. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Syarifuddin terbukti bersalah menerima suap dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Kemudian Syafruddin mempraperadilankan KPK atas penangkapan itu. Sebab ia menganggap KPK semena-mena dalam proses penyitaan.
Majelis hakim PN Jaksel lalu memenangkan gugatan Syarifuddin. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan.
Setelah melalui proses peradilan yang panjang, kasus ini sampai di tingkat kasasi, MA saat itu memutuskan memenangkan gugatan Syafruddin.
Putusan MA tersebut bernomor 2580/K/Pdt.2013 tertanggal 1 Maret 2014. KPK diharuskan membayar kerugian kepada Syarifuddin sebesar Rp 100 juta. (dkp/nkn)











































