Di DPR, Eks Hakim Syarifuddin Cerita Kejanggalan OTT KPK

Di DPR, Eks Hakim Syarifuddin Cerita Kejanggalan OTT KPK

Andhika Prasetia - detikNews
Senin, 21 Agu 2017 20:04 WIB
Foto: Andika/detikcom
Jakarta - Eks hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Syaifuddin Umar berbicara mengenai kasus suap penjualan aset PT Sky Camping yang sempat menyeret dirinya. Ia menuding ada upaya kriminalisasi KPK kepada dirinya.

"Izinkan dan perkenankan saya melihatkan konten persidangan di mana KPK dengan keprofesionalan untuk mengkriminalisasi saya yang ditunggangi dengan konspirasi jahat di balik nama besar KPK," ujar Syarifuddin saat rapat dengan Pansus Angket KPK di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2017).

Syarifuddin membantah dirinya disadap KPK saat di OTT tahun 2011 lalu. Menurutnya hal tersebut adalah pembohongan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KPK menyatakan melalui Johan Budi saat itu, kini jadi jubir presiden, sah-sah saja hakim Syarifuddin menyangkal. KPK punya sadapan. Ini yang selalu disampaikan, KPK punya sadapan dan ini merupakan pembohongan publik dan kepandaian KPK untuk merekayasa berlindung dalam sadapan," ucap Syarifuddin.

"Yang terjadi rekaman pembicaraan dengan cara ambil memori HP yang ternyata ada isi SMS dan pembicaraan. Itu bukan sadapan," sambungnya.

Ia juga menilai ada kejanggalan soal OTT yang menimpa dirinya. Syarifuddin menuturkan ada kejanggalan soal Sprindik yang diterbitkan KPK.

"Sprindik tanggal 29 April dan 1 Juni terbit berdasarkan SMS tanggal 4 Mei 2011. Untuk jelasnya saya perlihatkan surat dimaksud. SMS terjadi pada 4 Mei 2011, inilah yang mendasar Sprindik keluar. Ini KPK tukang ramal dong? Sprindik 29 April. Bagaimana bisa meneropong kepintaran paranormal?" cetus Syarifuddin.

Seperti diketahui, KPK melakukan pengembalian uang Rp 100 juta kepada Syarifuddin. Uang itu merupakan uang pengganti setelah Syarifuddin memenangkan gugatan melawan KPK.

Syarifuddin sebagai tersangka penerima suap Rp 250 juta lantaran menyetujui penjualan aset boedel pailit PT SCI, bernomor SHGB 7251 berupa sebidang tanah yang dilakukan secara nonboedel pailit oleh para kurator.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan hakim pengawas nonaktif PN Jakarta Pusat Syarifuddin terbukti bersalah menerima suap dan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Syarifuddin, telah terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf (b) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana dalam dakwaan keempat.

Kemudian Syafruddin mempraperadilankan KPK atas penangkapan itu. Sebab ia menganggap KPK semena-mena dalam proses penyitaan.

Majelis hakim PN Jaksel lalu memenangkan gugatan Syarifuddin. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan.

Setelah melalui proses peradilan yang panjang, kasus ini sampai ditingkat kasasi, MA saat itu memutuskan memenangkan gugatan Syafruddin.

Putusan MA tersebut bernomor 2580/K/Pdt.2013 tertanggal 1 Maret 2014. KPK diharuskan membayar kerugian kepada Syarifuddin sebesar Rp 100 juta. (dkp/nvl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads