Pertemuan pembayaran ganti rugi ini dilakukan di ruang rapat lantai II Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemberian uang tersebut melalui panitera I Gede Ngurah Arya Winaya sebab KPK telah menitipkan uang tersebut di PN Jaksel sebelumnya.
"KPK telah memenuhi putusan ini dengan menitipkan uang di pengadilan Rp 100 juta. Maka hari ini pengadilan akan serahkan uang tersebut ke Syarifuddin," kata I Gede, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (21/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uang tunai Rp 100 juta berupa cek tunai BTN cabang kuningan tanggal 21 Agustus 2017 kepada Syarifuddin sebagai ganti kerugian imateril sebesar Rp 100 juta," kata I Gede.
Setelah menerima cek tersebut, Syafruddin bersalaman dengan panitera I Gede. Dia lalu mempermasalahkan mengapa surat kuasa yang dipakai KPK adalah surat kuasa untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di zaman Plt Taufiqurrahman Ruki bukan surat kuasa eksekusi.
"Saya yang sudah lama mendambakan, saya butuh uang tapi saya tidak perlukan uang ini. Nanti saya jelaskan setelah pelaksanaan. Ini satu kebodohan lagi terjadi hal yang menyimpang. Surat kuasa oleh KPK untuk ajukan PK, bukan surat kuasa hadir dalam eksekusi. Ini adalah kecolongan dan kebodohan," kata Syafruddin.
Meski begitu dia tetap menerima uang tersebut. Ia mengaku setelah menerima uang tersebut, hari ini langsung ke Pansus hak angket KPK di DPR.
"Tapi saya terima kebodohan yang terjadi. Selebihnya ini saya akan ungkap ke pansus," ujarnya.
Sebab menurutnya dengan adanya penyerahan uang tersebut menunjukkan KPK melakukan pelamggaran perbuatan hukum.
"Penyerahan ini tidak selesaikan masalah. Ini KPK timbulkan kerugian negara yang telah teruji PK yang hukum KPK untuk bayar ganti rugi. Harapan saya pada kode etik KPK berikan tindak tegas pada pejabat KPK yang melanggar perbuatan melawan hukum," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus bermula saat KPK menangkap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tersebut pada 2012. Syarifuddin yang kala itu menjabat sebagai hakim pengawas pailit PT Skycamping Indonesia (PT SCI) menerima sejumlah uang dari kurator. Atas penangkapan ini, KPK lalu menahan sejumlah alat bukti yang akan digunakan di pengadilan untuk membuktikan dakwaannya, salah satunya flashdisk dan beberapa alat bukti lainnya.
Atas perbuatannya, Syarifudin dihukum 4 tahun bui dan dikuatkan MA. Tapi dalam putusan kasasi itu, MA memerintahkan KPK mengembalikan barang bukti lain milik Syarifuddin yang tidak berhubungan dengan perkara.
Putusan ini jadi modal buat Syarifuddin untuk menggugat KPK yaitu perampasan barang bukti yang tidak sesuai dengan dakwaan. Ia mengajukan gugatan ke PN Jaksel dan meminta ganti rugi Rp 5 miliar.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkannya dan menghukum KPK untuk memberikan ganti rugi kepada Syarifudin sebesar Rp 100 juta. Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta dan tingkat kasasi. Vonis kasasi ini diketok oleh Syamsul Maarif, Prof Dr Valerine JL Kriekhoff dengan anggota Hamdan. Perkara itu diputuskan pada 13 Maret 2014. Atas vonis ini, KPK mengajukan PK.
"Menolak PK KPK," demikian lansir panitera dalam website MA, Jumat (11/3/2016).
Duduk sebagai ketua majelis hakim Sultony Mohdally dengan anggota Nurul Elmiyah dan Zahrul Rabain. Vonis ini diketok pada 24 Februari 2016. Di sisi lain, Syarifuddin juga mengajukan PK atas kasus pidananya dan meminta dibebaskan dari jerat hukum. Tetapi MA menolak PK tersebut.
(yld/dhn)