Nur Alam keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 19.11 WIB. Dia tidak menjawab pertanyaan wartawan dan melemparkannya pada pengacaranya.
"Tanya pengacara saya saja," kata Nur Alam singkat di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi pemeriksaan tentang tugas pokok. Pertama ada 20-an pertanyaan. Pertama tentang CV lalu tugas pokok gubernur," kata Ahmad.
![]() Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam usai diperiksa sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (24/10/2016). |
Nur Alam juga dicecar penyidik KPK soal proses izin usaha pertambangan yang dikeluarkannya. Selain itu, Nur Alam juga sempat ditanya soal beberapa pihak yang telah dicegah KPK untuk bepergian ke luar negeri.
"Bagaimana proses izin pertambangan, kemudian apakah kenal dengan saudara Ridho, Widi, dan sebagainya. Tetapi satu hal, apa yang disampaikan pak Gubernur tadi, semuanya dijawab dengan sangat terbuka dan tidak ada yang ditutupi-tutupi," ucap Ahmad.
Dalam kasus tersebut, Nur Alam diduga menerima kick back (komisi) dari izin yang dikeluarkannya itu. KPK menyebut SK yang diterbitkan Nur Alam dan menyalahi aturan yaitu SK Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).
Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.
Nur Alam telah menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.
Saksi-saksi penting lain yang telah diperiksa penyidik yaitu Direktur PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) Widdi Aswindi. Terkait perkara tersebut, nama Widdi telah masuk dalam daftar cegah bepergian ke luar negeri oleh KPK. Selain itu, ada nama lainnya yang juga dicegah yaitu Emi Sukiati Lasmon.
Saat itu KPK menyebutkan Widdi sebagai Direktur PT Billy Indonesia, sedang Emi selaku pemilik PT Billy Indonesia. PT Billy Indonesia merupakan perusahaan pemilik tambang di Bombana dan Konawe Selatan di mana PT Anugrah Harisma Barakah melakukan kegiatan penambangan nikel.
Hasil tambang PT Billy Indonesia tersebut dibeli oleh Richcorp International, yang diduga mengirim uang sebesar USD 4,5 juta kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra. Widdi diduga pernah mengirimkan sejumlah uang kepada Nur Alam. (dha/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini