Sehari Bersama Fethullah Gulen

Sehari Bersama Fethullah Gulen

Arifin Asydhad - detikNews
Rabu, 24 Agu 2016 07:05 WIB
Gulen saat diwawancara/Foto: Arifin Asydhad
Pennsylvania - Rambutnya sudah semakin memutih. Badannya sudah terlihat ringkih, jalannya pun agak tertatih-tatih. Seusai duduk memimpin kelas pengajian selama dua jam, pria yang kini berusia 75 tahun itu sempat menggerak-gerakkan kedua kakinya beberapa saat ketika berdiri setelah beranjak dari tempat duduknya. Diapun berjalan pelan menghampiri para pengikutnya.

Pria tua adalah Fethullah Gulen, ulama dan tokoh spiritual masyarakat Turki. Gaya bicaranya santun, tidak meledak-ledak, penuh hikmah. Melihat dari dekat sosok yang seorang hafiz Al Quran dan Al Hadits ini, tidak terlihat sedikitpun bahwa dia adalah otak kudeta 16 Juli 2016 seperti yang dituduhkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Dia menjadi dai sejak tahun 1960-an saat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dia datang menjelajahi kota-kota di Turki untuk menyampaikan pesan kebaikan dan berdakwah. Konsisten sebagai pendakwah dijalani Gulen hingga saat ini. Bahkan, dia telah mewakafkan hidupnya untuk kemajuan dakwah Islam, sehingga diapun tidak memikirkan berkeluarga. Dia tidak punya istri dan anak, namun memiliki jutaan pengikut. Dia juga pernah dipenjara selama enam bulan oleh pemerintah Turki pada tahun 1960-an.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ulama Said Nursi Badruzzaman, seorang ulama asal Kurdi yang hidup pada 1878-1960 menjadi inspirasi Gulen. Buku tafsir Quran yang ditulis Said Nursi yang dikenal dengan kitab Risalah An Nur atau Kitab Badruzzaman, masih diajarkan Gulen kepada para jamaahnya hingga sekarang. Dia juga mengajarkan kitab-kitab lain seperti Sahih Muslim yang berisikan hadits-hadits riwayat Muslim.

Dalam dakwahnya, Gulen lebih condong pada mazhab Hanafi. Namun, dia juga mempelajari mazhab-mazhab Imam Syafii, Imam Maliki, dan Imam Hambali. Ini terlihat dari berjejernya kitab-kitab tentang empat imam di rak buku tempat taklimnya. Dengan banyaknya kitab-kitab yang ia baca dan banyaknya buku yang ia tulis, ulama ini memang memiliki banyak ilmu. Sikapnyapun terlihat tawaduk, bagaikan ilmu padi, makin berisi makin merunduk.

Adalah kesempatan yang sangat berharga bisa bertemu dengan Gulen, seorang ulama kharismatik yang pernah dinobatkan oleh majalah Foreign Policy sebagai orang nomor satu paling berpengaruh pada tahun 2008. Saya berada seharian, Minggu (21/8/2016) pagi hingga sore di kamp yang menjadi tempat tinggalnya sekarang, di sebuah lahan seluas 10 hektar di kawasan pedesaan Saylorsburg, Pennsylvania.

Kamp ini bukan milik Gulen. Tapi kamp ini adalah milik para pengusaha Turki di Amerika yang memang menjadi pengikut Gulen. Kamp ini dikelola di bawah Yayasan Golden Generation, dengan nama Golden Generation, Worship and Retreat Center (GGWRC). Gulen tinggal di kamp ini sejak 1999 saat dia meninggalkan Turki dan menetap di Amerika Serikat. Gulen yang saat itu usai menjalani operasi jantung memang disarankan dokter tinggal di kawasan ini. Karena itulah, pengikutnya mengundang Gulen untuk menetap di kawasan yang asri ini sambil mengajarkan ilmu-ilmunya.

Di tengah perbincangan, Gulen memberi waktu 40 menit untuk wawancara. Dia membantah keras terlibat kudeta. Dia dituduh melakukan kudeta, tidak kali ini saja, tapi sudah beberapa kali. Namun, berkali-kali ia dituduh, tak ada bukti kuat yang mengiringinya. Termasuk juga soal permintaan Erdogan terhadap pemerintah AS untuk mengesktradisinya. Tiga tahun lalu, juga ada permintaan agar pemerintah AS mengekstradisi Gulen. Namun, lagi-lagi tak ada bukti dan alasan bagi AS untuk mengekstradisi Gulen.

Gulen meminta Erdogan membuktikan tuduhannya. "Silakan dibentuk tim investigasi internasional yang independen. Kalau memang ditemukan bukti, meski hanya sedikit, silakan gantung saya," kata Gulen yang sangat cinta negerinya ini.

Dia sangat tenang dengan tuduhan ini. Namun kini dia sangat terluka dan sedih dengan kondisi Turki akhir-akhir ini. Turki di ambang kehancuran, karena makin jauh dari demokrasi. Erdogan makin bertindak otoriter. Media-media yang berseberangan, dia bekukan. Sekolah-sekolah yang dibangun dan dikelola para pengikut Gulen, tak boleh lagi beroperasi. Perusahaan-perusahaan para pengikut Gulen juga. Buku-buku karya Gulen juga tak boleh beredar. Siapa saja yang membaca buku Gulen akan berhadapan dengan hukum, apalagi memilikinya.

Di tengah kacaunya kondisi Turki, Gulen berpesan minta ikut mendoakan Turki, "Doakan Turki supaya normal kembali. Salam saya untuk masyarakat Indonesia."

Foto bersama Fethullah Gulen (Foto: Arifin Asydhad/detikcom)


Situasi Turki makin memburuk setelah upaya kudeta 16 Juli 2016 yang entah siapa yang melakukannya. Yang jelas, upaya kudeta itu membuat para pengikut Gulen di Turki mendapat tekanan luar biasa dari pemerintah Erdogan. Ribuan pengikut ditangkap dan dipenjara tanpa lewat pengadilan dan alasan yang jelas, hanya karena dia pengikut Gulen. Hampir seratus persen media massa dikontrol oleh Erdogan.

Meski hanya sehari bertemu Gulen di kamp, namun pertemuan ini sudah bisa sedikit membuka mata bagaimana sebenarnya Gulen, yang selama ini mendapat penilaian negatif dari sebagian tokoh dan Umat Muslim di Indonesia. Banyak kisah yang menarik ditulis dan dibagi ke pembaca, sebagai informasi dari sudut berbeda di tengah gempuran informasi-informasi yang dilakukan mayoritas media di Turki yang memang sudah dikendalikan Erdogan. Saksikan dan ikuti terus tulisan-tulisan mengenai Gulen dan Turki di detikcom.



(asy/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads