Profil Fethullah Gulen, Rival Erdogan yang Meninggal di AS

Profil Fethullah Gulen, Rival Erdogan yang Meninggal di AS

Novi Christiastuti - detikNews
Senin, 21 Okt 2024 15:22 WIB
U.S.-based Turkish cleric Fethullah Gulen at his home in Saylorsburg, Pennsylvania, U.S. July 10, 2017. REUTERS/Charles Mostoller/File Photo Purchase Licensing Rights
Fethullah Gulen dalam foto tahun 2017 (dok. REUTERS/Charles Mostoller/File Photo Purchase Licensing Rights)
Ankara -

Sosok Fethullah Gulen, ulama ternama asal Turki yang meninggal dunia setelah bertahun-tahun mengasingkan diri di Amerika Serikat (AS), disebut sebagai rival Presiden Recep Tayyip Erdogan sejak lama. Gulen dituduh mendalangi upaya kudeta tahun 2016 lalu yang gagal dalam melengserkan Erdogan dari jabatannya.

Media lokal Turki dan situs Herkul yang kerap mempublikasikan ceramah Gulen melaporkan sang ulama meninggal dunia dalam usia 83 tahun di rumah sakit tempatnya dirawat di AS pada Minggu (20/10) malam.

"Hari ini (20/10), Fethullah Gulen telah meninggal dunia," tulis Herkul dalam pernyataan via media sosial X.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Herkul tidak menjelaskan lebih lanjut soal penyebab kematian atau penyakit yang diderita Gulen. Namun laporan media baru-baru ini, seperti dilansir Turkiye Today, Senin (21/10/2024), mengindikasikan kondisi kesehatan Gulen telah memburuk secara signifikan.

Dia dilaporkan mengalami gagal ginjal dan diabetes, juga menderita demensia.

ADVERTISEMENT

Pernyataan kerabat dan sejumlah orang dekat Gulen via media sosial juga mengonfirmasi kepergiannya. Gulen tinggal dalam pengasingan di AS, tepatnya di Saylorburg, Pennsylvania, sejak tahun 1999 silam.

Laporan Turkiye Today menyebut Gulen terakhir kali terlihat di depan publik pada 12 Oktober lalu, ketika dia berada di dalam mobil yang meninggalkan kediaman barunya setelah dievakuasi dari tempat tinggal sebelumnya di Pennsylvania yang menjadi kediamannya sejak tahun 1999 silam.

Siapa sebenarnya Gulen? Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Nama Gulen bukan nama yang asing di Turki, mengingat dia pernah menjadi sekutu Erdogan sebelum hubungan keduanya menjadi sangat buruk dan Gulen mengasingkan diri ke AS.

Pada tahun 2016 lalu, Erdogan menuduh Gulen bertanggung jawab atas upaya kudeta yang gagal menggulingkan dirinya. Pada saat itu, tepatnya pada 15 Juli 2016, tentara-tentara Turki yang membangkang menguasai pesawat tempur, helikopter militer dan tank untuk merebut institusi negara.

Lebih dari 250 orang tewas dalam upaya kudeta yang gagal tersebut.

Gulen telah berulang kali membantah tuduhan Erdogan tersebut. Setahun kemudian, atau tahun 2017, Ankara mencabut status kewarganegaraan Turki dari Gulen.

Tidak hanya itu, Turki bahkan melakukan operasi penindakan besar-besaran terhadap jaringan yang disebut terkait Gulen atau FETO, yang merupakan kependekan dari organisasi teroris Fethullah.

Ankara menuduh FETO melakukan operasi rahasia sembari menyusup ke berbagai institusi Turki, dalam upaya membangun tatanan politik, ekonomi dan sosial baru dengan mengeksploitasi agama.

Gulen, menurut laporan CNN, memiliki banyak pengikut yang loyal, yang disebut sebagai Gulenist. Para pengikut Gulen diketahui merupakan anggota gerakan Hizmet, yang pada saat itu disebut sebagai gerakan Islam yang kuat di Turki.

Hizmet mendirikan organisasi-organisasi non-pemerintah, termasuk ratusan sekolah campuran sekuler, pusat bimbingan belajar gratis, rumah sakit dan lembaga bantuan. Ceramah dan gerakannya juga melahirkan jaringan sekolah dan universitas global yang beroperasi di lebih dari 100 negara.

Menurut Euro News, pemerintah Turki pada tahun 2016 melakukan penangkapan massal terhadap para hakim, perwira militer dan tentara, serta para jurnalis dan menangguhkan sekitar 20.000 izin mengajar, terutama untuk orang-orang yang bekerja di sekolah-sekolah di Turki dan di luar negeri terkait Hizmet.

Gulen, pada saat itu, membantah dirinya mengenal orang-orang yang ditangkap oleh Ankara. "Saya tidak mengenal 0,1 persen orang-orang dalam gerakan ini. Saya tidak melakukan banyak hal. Saya hanya berbicara soal apa yang saya yakini," ucapnya.

Otoritas Turki, di bawah Erdogan, berulang kali meminta AS untuk mengekstradisi Gulen. Namun permintaan itu selalu ditolak oleh Washington, dengan menyebut kurangnya bukti yang kredibel dari Ankara.

Tuduhan mendalangi kudeta, menurut CNN, pernah dilontarkan Turki terhadap para pendukung Gulen tahun 2014 lalu. Pada saat itu, dalam email langka kepada Wall Street Journal, Gulen membantah dirinya terlibat dalam konspirasi politik di Turki.

"Kami tidak akan pernah menjadi bagian dari rencana terhadap orang-orang yang memimpin negara kami," ucapnya pada saat itu.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads