"Hari ini koalisi sipil anti hukuman mati bertemu dengan staf dari KSP, Pak Ifdal Kasim, dengan tuntutan koalisi meminta pemerintah menghentikan langkah eksekusi mati karena beberapa alasan," ujar Direktur Imparsial Al Araf di Kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (16/5/2016).
Al Araf mengatakan, ada beberapa poin yang disampaikan kepada pihak KSP. Pertama, mereka koalisi ini menilai bahwa eksekusi mati di tengah sistem penegakan hukum, khususnya sistem peradilan yang dinilai masih bermasalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menganggap kalau eksekusi mati dilakukan dalam sistem peradilan yang masih bobrok, maka menjadi sangat sulit untuk dikoreksi. Jika suatu saat nanti ternyata eksekusi yang dilakukan itu diterapkan pada orang yang salah, sementara hukuman mati kalau sudah dieksekusi tidak bisa dikoreksi," tambahnya.
Selain itu, koalisi ini menilai, beberapa vonis hukuman mati terdapat kesalahan atau unfair trial dalam mekanisme peradilan.Β "Misalnya kasus Zulfikar Ali WN Pakistan yang mengalami proses dugaan rekayasa. Artinya ada beberapa kasus yang dalam proses hukumnya mengalami proses yang unfair trial, sehingga tidak layak dilakukan eksekusi. Sama seperti kasus Mary Jane yang juga prosesnya bermasalah," katanya.
Al Araf juga mengatakan, ekskusi mati tidak memberikan dampak yang positif dalam menurunkan angka kejahatan narkoba. Dalam bahasa lain, eksekusi mati tidak memberikan efek jera.
"Artinya efek jera tidak terbukti. Gelombang 1 dan 2 eksekusi mati kasus narkotika, tetapi angka narkotika menurut data BNN justru mengalami peningkatan. Ini menunjukan eksekusi mati tidak efektif sehingga pemerintah harus mengevaluasi. Sebenarnya bukan hukuman mati jawaban dalam upaya menurunkan angka kejahatan," katanya.
Koalisi anti hukuman mati ini juga menilai, tujuan pemidanaan bukanlah sebagai upaya untuk balasa dendam dalam sistem demokrasi. Harusnya, tujuan pemidanaan menjadi sarana koreksi sosial.
"Sehingga menjadi penting buat pemerintah untuk meletakkan bahwa lembaga pemasyarakatan itu adalah satu lembaga untuk menjadi sarana koreksi sosial, bukan sebagai lembaga pembalasan untuk menghukum seorang sampai mati. Namanya saja lembaga pemasyarakatan, bukan lembaga hukuman. Sehingga dia harus diletakkan dalam filosofi yang tepat," jelasnya.
"Jadi, kesimpulan kami adalah pemerintah harus menghentikan ekskeusi mati dan mengambil langkah yang lebih efektif untuk mengganti hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Apalagi saat ini pemerintah dan DPR sedang bahas revisi KUHP yang salah satu isunya menggeser pidana mati menjadi pidana pokok, serta prasayarat-prasyarat hukuman mati menjadi lebih diperketat. Tidak pantas di tengah proses pembahasn KUHP yang menjadi payung hukum pokok dalam pidana mati. Lalu pemerintah melakukan rencana eksekusi," tambahnya.
LSM yang tergabung dalam koalisi ini yakni, Imparsial, Kontras, ICJR, ELSAM, HRWG, FIHRRST, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LBH Pers, PKNI, YLBHI, Yayasan Satu Keadilan, PBHI, Migrant Care, IKOHI dan Yayasan Gita Eklesia. (jor/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini