"Kami akan sosialisasi dulu terkait buaya muara ke warga, karena buaya muara merupakan buaya dengan status dilindungi, sehingga perlu kepedulian bersama dalam upaya perlindungan dan konservasi buaya. Karena tidak menutup kemungkinan dalam upaya penanganan konflik satwa kepentingan masyarakat diutamakan tapi mengabaikan kepentingan dan keselamatan satwa itu sendiri," kata Koordinator Polisi Hutan BKSDA Jateng Seksi Konservasi II Cilacap-Pemalang Rahmat Hidayat, usai melakukan cek di Desa Nusadadi, Senin (1/2/2016).
Menurut dia, buaya muara yang memiliki sifat yang sangat agresif dan ganas ini, muncul karena karena ketersediaan makanan di aliran sungai yang mencukupi.
"Kehadiran buaya tersebut kemungkianan mereka mencari makan, ada proses migrasi, cuma dari habitat asal kami belum mendapat informasi dari mana karena itu perlu kajian lebih lanjut," ujarnya.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ada dugaan buaya yang ditemukan di Desa Nusadadi merupakan salah satu buaya yang sebelumnya ditangkap di Candirenggo, Pantai Ayah, Kebumen. Dari hasil pengamatan tim, ada empat buaya di dua aliran sungai.
"Yang kelihatan di sungai Gatel dan Ijo ada sekitar 4 ekor, kemungkinan buaya yang di Candirenggo. Karena kami identifikasi ada di sungai Teba waktu itu, jarak sungai Teba dengan kali Gatel di GPS cuma sekitar 3,8 km," papar Rahmat.
Pihak BKSDA mengimbau agar warga menghindari tepian-tepian sungai yang biasanya digunakan sebagai titik berjemur dan jelajah buaya untuk mencari makan.
"Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak membunuh, melukai atau pun menangkap, karena buaya ini akan menjadi aset kita semua dan termasuk satwa dilindungi yang hampir terancam punah," kata Rahmat.
Di lokasi munculnya buaya, warga masih banyak yang berdatangan. Mereka bahkan berdiri di tepian sungai meski polisi sudah memasang papan peringatan bagi warga agar tidak mendekati sungai. (arb/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini