Dalam catatan mantan pimpinan KPK Prof Dr Indriyanto Seno Adji, kejahatan korupsi di BUMN merupakan salah satu kejahatan yang sulit disentuh.
"Tindak pidana ekonomi (catatan Penulis: termasuk korupsi dan suap) merupakan kejahatan kerah putih dan sangat sulit membuktikannya, karenanya seringkali tipologi kejahatan ini dinamakan 'invisible crime'," kata Indriyanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Invisible crime) Suatu istilah untuk menunjukan adanya prosedur yang sangat sulit dan rumit untuk membuktikan perbuatannya maupun tingkat profesionalitas sebagai pelaku tindak pidana," sambung Indriyanto.
Dalam kejahatan korporasi ini, tindak kejahatan itu dilakukan dengan bentuk penyuapan (bribery), balas jasa (kick-back), manipulasi, kecurangan, akal-akalan atau pengelakan peraturan hingga pelanggaran kepercayaan. Namun, hal di atas dibungkus rapi dengan kebijakan korporasi sehingga sulit disentuh dan bisa didekati dengan hukum perdata.
"Tetapi akan tersentuh dan menjadi ranah hukum pidana apabila kebijakan tersebut menyentuh pembuktian adanya mens rea (niat jahat) yang diikuti kick-back maupun bribery," ucap putra Ketua MA 1966-1973 Oemar Seno Adji itu.
Menurut Indriyanto, suap memiliki umur yang sama dengan berkembangnya persoalan suap itu sendiri sebagai budaya. Tapi dalam tulisan ini, suap yang dimaksud adalah penerimanya pegawai negeri.pejabat negara (public official briberry) dan pelakunya adalah bukan pejabat publik (private bribary).
Untuk bisa membuktikan kejahatan di atas, maka dibutuhkan pembuktian yang tidak mudah, salah satunya pembuktian terbalik. Di Indonesia, gagasan pembuktian terbalik mulai digagas sejak Menteri Kehakiman dan HAM Baharuddin Lopa pada 1999. Selain itu sistem pembuktian terbalik juga dilakukan perhadap perampasan harta benda terdakwa. Namun pembuktian terbalik ini khawatir akan bisa menimbulkan korupsi jenis baru jika pembuktian terbalik dilakukan sejak penyelidikan.
"Kasus suap pada tindak pidana korupsi bisa dijadikan dasar pengembangan terhadap delik lainnya seperti yang ada pada UU Korupsi, khususnya tentang delik melawan hukum (Pasal 2) dan menyalahgunakan kewenangan (Pasal 3) UU Korupsi," beber pria yang akrab disapa Indro itu.
Buku ini diluncurkan di Aula Djoko Sutono, FH UI, Depok ,Jawa Barat, pada Senin (25/1) lalu. Hadir dalam kesempatan itu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan tiga mantan Menteri Kehakiman yaitu Prof Muladi, Andi Mattalatta dan Amir Syamsuddin. Hadir pula para kolega seperti hakim agung Salman Luthan, mantan hakim agung Vallerina JL Kriekhof, mantan dekan FH UI Mardjono Reksodiputro, advokat Luhut Pangaribuan, advokat Maqdir Ismail, ahli pencucian uang Yenti Garnasih, dan jajaran guru besar FH UI seperti Prof Hikmahanto Juwana, Prof Satya Arinanto dan Prof Erman Rajagukguk. (asp/bar)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini